Tipsiana.com - Olahraga seharusnya kegiatan lintas suku, budaya dan agama yang bisa dilakukan oleh siapapun. Tak boleh ada yang melarang seseorang untuk melakukan kegiatan positif ini. Fungsi olahraga bahkan tak hanya sekedar menyehatkan badan tapi telah jauh lebih luas lagi.
Dengan olahraga solidaritas sesama bisa terjalin, dan nasionalisme suatu bangsa bisa membuncah. Namun kadang aturan yang awalnya digunakan sebagai jaminan agar sebuah pertandingan olahraga berjalan dengan baik, kadang digunakan untuk mengekang hak seseorang.
Ini terjadi pada Yuli Wulandari (29 tahun), yang merupakan wasit wanita bola basket pertama dan satu-satunya yang berlisensi Internasional (FIBA) di Indonesia, dan wanita ke-18 berlisensi FIBA di Asia.
Mimpinya untuk bisa memimpin pertandingan basket bertaraf internasional harus tertahan karena adanya pelarangan menggunakan penutup kepala saat pertandingan berlangsung. Harusnya ia akan ditugaskan dalan pada event SEABA U-18 Juni 2016 lalu di Malaysia, namun karena ada aturan ini, ia batal berangkat.
Ia berontak, minggu lalu ia membuat petisi yang meminta pencabutan larangan pemakaian hijab dalam pertandingan Bola Basket. Petisi yang ditujukan kepada Presiden FIBA, Horacio Mutarabe kini telah ditandatangani hampir 50.000 orang.
Berikut isi petisi Yuli Wulandari. Anda bisa ikut berpartisipasi menandatangi petisi tersebut di sini.
" Saya Yuli Wulandari (29 tahun), saya adalah wasit wanita bola basket pertama dan satu-satunya yang berlisensi Intersanional (FIBA) di Indonesia, dan saya adalah wanita ke 18 berlisensi FIBA di Asia. Saya berasal dari sebuah kota kecil Kuala Tungkal Kabupaten Tanjung Jabung Barat Provinsi Jambi. Saya memulai karir wasit saya sejak tahun 2005. Tidak mudah untuk menjadi wasit bagi seorang wanita. Selain harus memahami peraturan bola basket, dibutuhkan mental, fisik, dan keberanian di lapangan. Pada tahun 2006 saya mendapatkan lisensi C, B2 tahun 2008, B1 nasional tahun 2010, A nasional tahun 2013, dan FIBA (internasional) tahun 2014.
Banyak pertandingan yang saya pimpin hingga saat ini. Berawal dari menjadi wasit latihan basket di Kuala Tungkal, kemudian pertandingan yang ada di Indonesia hingga PON (Pekan Olahraga Nasional), liga basket profesional tertinggi Indonesia WNBL (Women National Basketball League), NBL (National Basketball League), WIBL (Women Indonesia Basketball League), IBL (Indonesia Basketball League), dan pertandingan kelas internasional seperti, Asean University Game, SeabaU-18, Seaba Championship for Women 2014, 3 X 3 Asean Beach, dan Fiba Asia U-16.
Awalnya saya sering diragukan dan tidak dipercaya dalam bertugas menjadi seorang wasit di setiap pertandingan karena saya adalah seorang wanita. Sering terjadi protes, bahkan banyak orang yang mencibir saat saya memimpin sebuah pertandingan. Tapi, saya tetap pada mimpi saya untuk menjadi wasit wanita bolabasket yang bertugas tidak hanya dalam sebuah pertandingan Nasional tetapi juga di tingkat Internasional, bahkan dunia. Saya percaya tidak ada yang mustahil bagi saya selagi Allah menghendaki dan kita bekerja keras, disiplin, tekun, dan konsisten dalam menjalani apa yang kita lakukan. Seorang wanita juga bisa berprestasi, wanita juga bisa menjadi seorang wasit, dan wanita juga bisa meraih mimpi.
Menjadi wasit berlisensi internasional (FIBA) adalah salah satu mimpi saya. Saya terus berusaha dan berjuang untuk mimpi saya ini. Karena pada saat itu hanya Indonesia yang belum memiliki wasit wanita berlisensi Internasioal. Pada tahun 2014 mimpi saya perlahan mulai terwujud, saya berhasil dan lulus menjadi wasit FIBA dengan semua tes yang diberikan. Mimpi saya menjadi kenyataan menjadi wasit wanita pertama berlisensi FIBA di Indonesia. Sampai akhirnya saya memutuskan untuk menggunakan jilbab pada Maret 2016. Keputusan ini saya ambil dari proses hidup yang mengajarkan saya tentang hal-hal yang luar biasa dalam hidup dan kesadaran saya akan kewajiban seorang muslimah.
Juni 2016 saya mendapatkan kabar bahwa saya akan ditugaskan pada event SEABA U-18 di Malaysia September mendatang. Mimpi untuk dapat bertugas dan mewasiti pada event internasional, bahkan dunia kemudian terhenti karena peraturan FIBA yang tidak memperbolehkan wasit, pemain untuk menggunakan penutup kepala atau jilbab dengan alasan keamanan pertandingan.
Bukan hanya saya saja yang tidak bisa melanjutkan mimpi di perbasketan Internasional ada sahabat saya, Raisa Aribatul adalah salah satu pemain terbaik yang dimiliki Indonesia juga tidak bisa bermain di ajang pertandingan bolabasket Internasional, selain itu ada Bilqis Abdul Qadir dan Indira Kaljo yang tidak bisa bermain basket di Luar Negeri karena aturan ini.
Saya YULI WULANDARI wasit bola basket meminta FIBA untuk menghapuskan larangan berjilbab dalam kancah perbasketan Internasional. Biarkan kami berprestasi dan bekerja dengan tetap melaksanakan kewajiban kami sebagai muslimah."
Dengan olahraga solidaritas sesama bisa terjalin, dan nasionalisme suatu bangsa bisa membuncah. Namun kadang aturan yang awalnya digunakan sebagai jaminan agar sebuah pertandingan olahraga berjalan dengan baik, kadang digunakan untuk mengekang hak seseorang.
Ini terjadi pada Yuli Wulandari (29 tahun), yang merupakan wasit wanita bola basket pertama dan satu-satunya yang berlisensi Internasional (FIBA) di Indonesia, dan wanita ke-18 berlisensi FIBA di Asia.
Mimpinya untuk bisa memimpin pertandingan basket bertaraf internasional harus tertahan karena adanya pelarangan menggunakan penutup kepala saat pertandingan berlangsung. Harusnya ia akan ditugaskan dalan pada event SEABA U-18 Juni 2016 lalu di Malaysia, namun karena ada aturan ini, ia batal berangkat.
Ia berontak, minggu lalu ia membuat petisi yang meminta pencabutan larangan pemakaian hijab dalam pertandingan Bola Basket. Petisi yang ditujukan kepada Presiden FIBA, Horacio Mutarabe kini telah ditandatangani hampir 50.000 orang.
Berikut isi petisi Yuli Wulandari. Anda bisa ikut berpartisipasi menandatangi petisi tersebut di sini.
" Saya Yuli Wulandari (29 tahun), saya adalah wasit wanita bola basket pertama dan satu-satunya yang berlisensi Intersanional (FIBA) di Indonesia, dan saya adalah wanita ke 18 berlisensi FIBA di Asia. Saya berasal dari sebuah kota kecil Kuala Tungkal Kabupaten Tanjung Jabung Barat Provinsi Jambi. Saya memulai karir wasit saya sejak tahun 2005. Tidak mudah untuk menjadi wasit bagi seorang wanita. Selain harus memahami peraturan bola basket, dibutuhkan mental, fisik, dan keberanian di lapangan. Pada tahun 2006 saya mendapatkan lisensi C, B2 tahun 2008, B1 nasional tahun 2010, A nasional tahun 2013, dan FIBA (internasional) tahun 2014.
Banyak pertandingan yang saya pimpin hingga saat ini. Berawal dari menjadi wasit latihan basket di Kuala Tungkal, kemudian pertandingan yang ada di Indonesia hingga PON (Pekan Olahraga Nasional), liga basket profesional tertinggi Indonesia WNBL (Women National Basketball League), NBL (National Basketball League), WIBL (Women Indonesia Basketball League), IBL (Indonesia Basketball League), dan pertandingan kelas internasional seperti, Asean University Game, SeabaU-18, Seaba Championship for Women 2014, 3 X 3 Asean Beach, dan Fiba Asia U-16.
Awalnya saya sering diragukan dan tidak dipercaya dalam bertugas menjadi seorang wasit di setiap pertandingan karena saya adalah seorang wanita. Sering terjadi protes, bahkan banyak orang yang mencibir saat saya memimpin sebuah pertandingan. Tapi, saya tetap pada mimpi saya untuk menjadi wasit wanita bolabasket yang bertugas tidak hanya dalam sebuah pertandingan Nasional tetapi juga di tingkat Internasional, bahkan dunia. Saya percaya tidak ada yang mustahil bagi saya selagi Allah menghendaki dan kita bekerja keras, disiplin, tekun, dan konsisten dalam menjalani apa yang kita lakukan. Seorang wanita juga bisa berprestasi, wanita juga bisa menjadi seorang wasit, dan wanita juga bisa meraih mimpi.
Menjadi wasit berlisensi internasional (FIBA) adalah salah satu mimpi saya. Saya terus berusaha dan berjuang untuk mimpi saya ini. Karena pada saat itu hanya Indonesia yang belum memiliki wasit wanita berlisensi Internasioal. Pada tahun 2014 mimpi saya perlahan mulai terwujud, saya berhasil dan lulus menjadi wasit FIBA dengan semua tes yang diberikan. Mimpi saya menjadi kenyataan menjadi wasit wanita pertama berlisensi FIBA di Indonesia. Sampai akhirnya saya memutuskan untuk menggunakan jilbab pada Maret 2016. Keputusan ini saya ambil dari proses hidup yang mengajarkan saya tentang hal-hal yang luar biasa dalam hidup dan kesadaran saya akan kewajiban seorang muslimah.
Juni 2016 saya mendapatkan kabar bahwa saya akan ditugaskan pada event SEABA U-18 di Malaysia September mendatang. Mimpi untuk dapat bertugas dan mewasiti pada event internasional, bahkan dunia kemudian terhenti karena peraturan FIBA yang tidak memperbolehkan wasit, pemain untuk menggunakan penutup kepala atau jilbab dengan alasan keamanan pertandingan.
Bukan hanya saya saja yang tidak bisa melanjutkan mimpi di perbasketan Internasional ada sahabat saya, Raisa Aribatul adalah salah satu pemain terbaik yang dimiliki Indonesia juga tidak bisa bermain di ajang pertandingan bolabasket Internasional, selain itu ada Bilqis Abdul Qadir dan Indira Kaljo yang tidak bisa bermain basket di Luar Negeri karena aturan ini.
Saya YULI WULANDARI wasit bola basket meminta FIBA untuk menghapuskan larangan berjilbab dalam kancah perbasketan Internasional. Biarkan kami berprestasi dan bekerja dengan tetap melaksanakan kewajiban kami sebagai muslimah."