1 Agustus 2016

Dari TK Hingga SMA, Inilah Fase Kritis Pembentukan Perilaku Anak

Tipsiana.com - Kita semua paham, hampir separuh usia anak-anak dihabiskan di sekolah. Mulai dari TK hingga SMA, porsi waktu yang dipakai untuk menuntut ilmu semakin lama semakin besar. Selain sebagai tempat belajar formal, lingkungan sekolah secara langsung maupun tak langsung juga menjadi ladang pembentuk kepribadian anak.

Ada yang menyebut fase emas (Golden Age) anak adalah ketika ia balita, namun menurut pakar pendidikan anak, Edi Wiyono (beliau lebih sering menyebut dirinya dengan panggilan Ayah Edi), fase emas anak tidak berhenti setelah anak melewati masa balitanya, tapi berlanjut dari TK hingga SMA.


Fase emas pada saat balita adalah untuk membangun aspek fisik anak yang sehat, sementara fase emas anak dari TK hingga SMA adalah untuk membangun aspek mentalnya. Hal ini sering tidak disadari orangtua dan pada akhirnya banyak anak yang secara fisik baik namun secara mental berperilaku tidak sehat. Kenakalan remaja dan kemampuan akademik yang buruk adalah hasil dari tidak dibimbingnya anak dalam melewati masa kritis pembentukan karakter mentalnya.

Sebuah tulisan menarik dari Ayah Edi berikut ini akan membuka mata kita tentang pentingnya kita mengetahui dan menuntun anak kita mengarungi masa emas mereka.


Berada di fase manakah anak kita ?
Suatu ketika ada seorang ibu yang memiliki anak berusia 16 tahun datang kepada saya, untuk mengeluhkan perilaku anaknya katanya sangat bermasalah.

Bayangkan katanya; anak saya ini sudah tidak bisa di atur lagi, bahkan jika dia bicara ke saya, sering memaki-maki dengan perkataan yang kotor, dan bahkan pernah beberapa kali dia memukul saya....,
Sambil menangis si ibu ini terus melanjutkan ceritanya... Selain itu saya sama sekolah juga sering di panggil, karena anak ini sering memukul atau bahkan berkelahi di sekolah.

Aduh saya sepertinya sudah tobat dengan perilaku anak saya ini....., saya tidak tahu lagi harus bagaimana....? rasanya saya sudah putus asa....., setiap kali saya mengadukan hal ini pada suami, malah yang saya dapat adalah kemarahan tambahan dari suami saya...

Sungguh pada akhirnya saya juga jadi bingung harus mulai dari mana untuk bisa membantu ibu ini......, yang pasti ini semua merupakan sebuah proses panjang dari suatu kesalahan pengasuhan dan pendidikan dari kedua orang tuanya.

Para orang tua dan guru yang berbahagia,
Kali ini saya tidak ingin membahas tentang bagaimana cara memperbaiki perilaku anak ini, melainkan, saya lebih ingin untuk mengajak para orang tua untuk tahu bagaimana mencegah agar hal yang sama tidak terjadi pada anak kita dirumah.

Para orang tua yang berbahagia,
Tahukah kita bahwa kita hanya punya kesempatan mendidik anak kita untuk menjadi anak baik sangat terbatas sekali. Yakni sejak usia mereka balita hingga kira-kira di usia sekolah SMP akhir. Setelah itu kebanyakan anak akan sangat sulit sekali di ubah menjadi baik. Kecuali dengan cara-cara tertentu yang agak sedikit ekstrim.

Namun demikian sesungguhnya tiap orang tua dapat mencegahnya sebelum ini terjadi; yakni dengan menggunakan kesempatan emas mendidik anak tersebut.

Menurut penelitian Ibu Dawna Markova, diketahui bahwa perilaku anak itu mulai dibentuk sejak usia Balita; yakni mulai fase Ego Sentris dimana anak merasa paling benar, paling penting sendiri, tidak bisa memahami hak dan keberadaan orang lain.
Diharapkan pada fase ini peran orang tua adalah untuk mengajari anaknya untuk bisa berbagi dan memahami hak orang lain.


Kemudian berlanjut pada fase berikutnya yang di sebut sebagai gank age awal yakni usia SD yang di tandai dengan keinginan anak untuk di terima oleh orang lain atau kelompoknya; dengan cara meniru-niru prilaku teman-teman di kelompoknya. Pada fase ini peran orang tua di harapkan dapat mengajak anak berdiskusi mengenai nilai-nilai baik dan buruk dari sebuah prilaku yang ditiru oleh anaknya sampai ia paham betul. Tentunya tanpa harus memarahi anak, karena pada fase ini anak sering kali tidak tahu kalau yang ditirunya itu buruk, karena mereka memang belum memiliki acuan tentang baik dan buruk.

Setelah itu ia fasenya akan beranjak memasuki usia Gank Age Tengah pada usia SMP. Pada fase ini biasanya seorang anak tidak hanya masih meniru budaya kelompoknya tapi bahkan mulai tumbuh keinginan untuk tampil beda agar mendapat perhatian dari anggota kelompoknya atau orang-orang di sekitarnya; oleh karena itu anak-anak SMP kita yang tidak terkelola mulai menunjukkan perilaku-perilaku seperti mengubah model rambut agar tampak agak nyentrik, kemudian menggunakan gelang, anting atau mulai mencoba merokok, tawuran dsbnya sampai yang terparah adalah perbuatan kriminal dan narkoba. Ini semua pada awalnya hanya dengan tujuan untuk menonjolkan diri di depan teman-temannya untuk mencari-cari perhatian namun pada akhirnya justru malah ke bablasan.

Pada fase ini orang tua dan guru diharapkan dapat membantu anak untuk menemukan keunggulan alaminya, agar ia bisa mendapat perhatian dari hal tersebut; seperti misalnya anak yang kuat di sport di dorong untuk masuk kursus/club sport, bagi anak yang suka tampil bicara berikan kesempatan untuk mengikuti lomba-lomba puisi, pidato,debat, untuk anak yang suka kekerasan dimasukkan ke klub bela diri dsb. Jadi mereka tahu apa yang menjadi keunggulan alami yang bisa dipamerkan pada kelompoknya untuk mendapatkan perhatian. Tidak harus mencari-cari yang pada akhirnya sering menjerumuskan mereka ke perilaku-perilaku terlarang.

Dan apa bila masa SMP ini tidak berhasil kita kelola dengan baik perilaku anak kita maka setelah itu akan sulit untuk mengubahnya. Kenapa....? karena setelah itu dia akan memasuki fase identitas; yakni sebuah fase penetapan nilai dan konsep diri seorang anak. Jika dia menganggap hal negatif seperti kebut-kebutan adalah hal yang oke bagi dirinya; maka dia akan mengakuinya itu sebagai hal baik, dan akan sulit bagi kita untuk mengubahnya..

Jadi sekali lagi mari kita kawal masa-masa perkembangan anak kita mulai dari BALITA hingga menjelang SMA. Jika anda berhasil melakukannya maka selamtlah anak kita; dan anda mulai bisa melepas dia untuk berpisah melanjutkan studinya di perguruan tinggi dengan relatif aman. Namun jika tidak dia akan cenderung terus membuat masalah dimanapun dia berada.