Tipsiana.com - Kastil Fushimi di Kyoto adalah salah satu bangunan terakhir peninggalan zaman Sengoku (zaman negara-negara berperang), sebuah periode pada sejarah Jepang, dalam rentang pertengahan abad ke-15 hingga awal abad ke-17, yang ditandai dengan konflik militer berkepanjangan. Era ini berakhir setelah Tokugawa Ieyasu berkuasa dan mendirikan Keshogunan Tokugawa serta menyatukan seluruh Jepang di bawah sistem feodal.
Bangunan indah ini menjadi lambang berakhirnya zaman Sengoku dan dimulainya zaman Edo yang termasyhur. Anehnya, di salah satu bagian langit-langit kastil yang megah ini, terdapat bercak noda darah yang berbentuk kaki manusia. Konon, bercak darah tersebut telah berumur 400 tahun.
Bahkan, beberapa kastil lain di kota Kyoto, Ohara, Yawata dan Uji ternyata juga memiliki bercak darah diatas langit-langitnya. Selain berbentuk tapak kaki, bercak darah tersebut juga berbentuk tapak-tapak tangan dan muncratan darah. Peristiwa apa yang sebenarnya terjadi hingga banyak bercak darah di langit-langit kastil Kyoto ini?
Menurut sejarah, bercak darah di langit-langit kastil-kastil ini ternyata berasal dari satu peristiwa di akhir zaman Sengoku. Sebelum Tokugawa Ieyasu berhasil menyatukan Jepang, Ia harus mengalahkan para pendukung Toyotomi Hideyori, seorang bocah 5 tahun pewaris Toyotomi Hideyoshi yang baru saha meninggal.
Saat Hideyoshi meninggal pada tahun 1598, lima bupati yang ditunjuknya untuk memerintah atas nama putra kecilnya mulai berebut kekuasaan. Dari lima orang tersebut, Tokugawa Ieyasu adalah yang terkuat.
Ieyasu mendapat kesetiaan dari banyak Daimyo (Bangsawan feodal), yang tidak menyukai Hideyoshi. Tetapi Ishida Mitsunari, seorang daimyo yang kuat, menentangnya. Mitsunari bersekutu dengan para bupati lain dan merencanakan untuk menyerang.
Mitsunari mengumpulkan 40.000 prajuritnya dan berbaris menuju Kyoto untuk menguasai kastil Fushimi. Kastil Fushimi yang dikuasai Tokugawa Ieyasu dikepung oleh pasukan Mitsunari. Ieyasu hanya menempatkan Torii Mototada, seorang samurai dan sekutu terpercaya Tokugawa ieyasu, untuk melindungi kastil. Istana Fushimi sengaja ditinggalkan pasukan Ieyasu dan hanya dijaga pasukan Torii Mototada untuk memancing penyerangan dari pasukan Mitsunari.
Mototada sudah diperingatkan akan serbuan ini, namun meski hanya memiliki 2.000 pasukan, mototada memilih untuk tetap tinggal dan mempertahankan istana.
Selama dua belas hari berikutnya, garnisun Mototada bertahan dengan gagah berani dari serangan itu, sampai pengkhianatan dari orang dalam membuat pasukan Mitsunari berhasil menmbus benteng. Kebakaran melanda kastil, namun Mototada dan sisa 370 prajuritnya memutuskan untuk melakukan tindakan terhormat seorang samurai saat menghadapi kekalahan, mereka melakukan ritual Seppuku, bunuh diri. Dengan pedang mereka, para pejuang pemberani ini memotong perut dan organ dalam mereka hingga menyebabkan pendarahan hebat dan mati seketika.
Meskipun pengepungan kastil Fushimi dianggap sebagai pertempuran kecil, namun tindakan Torii Mototada memiliki dampak besar terhadap jalan sejarah Jepang.
Dalam minggu-minggu berikutnya, Tokugawa Ieyasu mengumpulkan 90.000 pasukan dan menantang Ishida Mitsunari untuk berperang habis-habisan di Sekigahara. Perang akhirnya dimenangkan Tokugawa, ini juga sebagai penanda kemenangan terakhir Tokugawa Ieyasu atas semua pesaingnya. Dengan ditaklukkannya Mitsunari, Tokugawa Ieyasu menjadi Shogun pertama dari keshogunan Tokugawa. Keluarganya memerintah Jepang selama 268 tahun kedepan.
Di tahun 1623, Ieyasu merenovasi Kastil Fumishi yang rusak berat akibat kebakaran. Bagian-bagian kastil yang selamat dari kebakaran dikumpulkan dan digunakan kembali. Salah satu bahan yang dapat diselamatkan adalah papan-papan lantai dimana Torii Mototada dan anak buahnya melakukan bunuh diri massal agar terhindar dari penangkapan. Darah mereka telah meresap begitu dalam ke kayu hingga bercak tapak kaki dan tangan serta muncratan darah permanen menempel di papan-papan itu.
Untuk menghormati pengorbanan mereka yang gagah berani, papan-pahan tersebut disatukan dan dijadikan langit-langit kastil. Papan-papan lainnya dikirim ke berbagai istana dan kuil di Kyoto. Mereka dikenal sebagai Chitenjo, atau langit-langit darah. Anda dapat dengan jelas melihat jejak kaki dan cetakan tangan di papan.
Bagi Anda yang tertarik berkunjung, kuil-kuil di mana Anda dapat melihat langit-langit darah adalah, Genkoan, Shodenji, Yogenin, dan Myoshinji di pusat Kyoto, Hosenin di daerah Ohara, Jinouji di Yawata, dan Koshoji di Uji.
Bangunan indah ini menjadi lambang berakhirnya zaman Sengoku dan dimulainya zaman Edo yang termasyhur. Anehnya, di salah satu bagian langit-langit kastil yang megah ini, terdapat bercak noda darah yang berbentuk kaki manusia. Konon, bercak darah tersebut telah berumur 400 tahun.
Bahkan, beberapa kastil lain di kota Kyoto, Ohara, Yawata dan Uji ternyata juga memiliki bercak darah diatas langit-langitnya. Selain berbentuk tapak kaki, bercak darah tersebut juga berbentuk tapak-tapak tangan dan muncratan darah. Peristiwa apa yang sebenarnya terjadi hingga banyak bercak darah di langit-langit kastil Kyoto ini?
Menurut sejarah, bercak darah di langit-langit kastil-kastil ini ternyata berasal dari satu peristiwa di akhir zaman Sengoku. Sebelum Tokugawa Ieyasu berhasil menyatukan Jepang, Ia harus mengalahkan para pendukung Toyotomi Hideyori, seorang bocah 5 tahun pewaris Toyotomi Hideyoshi yang baru saha meninggal.
Cetakan tangan dari darah di Kuil Shodenji
Saat Hideyoshi meninggal pada tahun 1598, lima bupati yang ditunjuknya untuk memerintah atas nama putra kecilnya mulai berebut kekuasaan. Dari lima orang tersebut, Tokugawa Ieyasu adalah yang terkuat.
Ieyasu mendapat kesetiaan dari banyak Daimyo (Bangsawan feodal), yang tidak menyukai Hideyoshi. Tetapi Ishida Mitsunari, seorang daimyo yang kuat, menentangnya. Mitsunari bersekutu dengan para bupati lain dan merencanakan untuk menyerang.
Mitsunari mengumpulkan 40.000 prajuritnya dan berbaris menuju Kyoto untuk menguasai kastil Fushimi. Kastil Fushimi yang dikuasai Tokugawa Ieyasu dikepung oleh pasukan Mitsunari. Ieyasu hanya menempatkan Torii Mototada, seorang samurai dan sekutu terpercaya Tokugawa ieyasu, untuk melindungi kastil. Istana Fushimi sengaja ditinggalkan pasukan Ieyasu dan hanya dijaga pasukan Torii Mototada untuk memancing penyerangan dari pasukan Mitsunari.
Langit-langit berdarah di Genk-An, Kyoto
Mototada sudah diperingatkan akan serbuan ini, namun meski hanya memiliki 2.000 pasukan, mototada memilih untuk tetap tinggal dan mempertahankan istana.
Selama dua belas hari berikutnya, garnisun Mototada bertahan dengan gagah berani dari serangan itu, sampai pengkhianatan dari orang dalam membuat pasukan Mitsunari berhasil menmbus benteng. Kebakaran melanda kastil, namun Mototada dan sisa 370 prajuritnya memutuskan untuk melakukan tindakan terhormat seorang samurai saat menghadapi kekalahan, mereka melakukan ritual Seppuku, bunuh diri. Dengan pedang mereka, para pejuang pemberani ini memotong perut dan organ dalam mereka hingga menyebabkan pendarahan hebat dan mati seketika.
Meskipun pengepungan kastil Fushimi dianggap sebagai pertempuran kecil, namun tindakan Torii Mototada memiliki dampak besar terhadap jalan sejarah Jepang.
Dalam minggu-minggu berikutnya, Tokugawa Ieyasu mengumpulkan 90.000 pasukan dan menantang Ishida Mitsunari untuk berperang habis-habisan di Sekigahara. Perang akhirnya dimenangkan Tokugawa, ini juga sebagai penanda kemenangan terakhir Tokugawa Ieyasu atas semua pesaingnya. Dengan ditaklukkannya Mitsunari, Tokugawa Ieyasu menjadi Shogun pertama dari keshogunan Tokugawa. Keluarganya memerintah Jepang selama 268 tahun kedepan.
Percikan darah di kuil Shoden-ji
Di tahun 1623, Ieyasu merenovasi Kastil Fumishi yang rusak berat akibat kebakaran. Bagian-bagian kastil yang selamat dari kebakaran dikumpulkan dan digunakan kembali. Salah satu bahan yang dapat diselamatkan adalah papan-papan lantai dimana Torii Mototada dan anak buahnya melakukan bunuh diri massal agar terhindar dari penangkapan. Darah mereka telah meresap begitu dalam ke kayu hingga bercak tapak kaki dan tangan serta muncratan darah permanen menempel di papan-papan itu.
Untuk menghormati pengorbanan mereka yang gagah berani, papan-pahan tersebut disatukan dan dijadikan langit-langit kastil. Papan-papan lainnya dikirim ke berbagai istana dan kuil di Kyoto. Mereka dikenal sebagai Chitenjo, atau langit-langit darah. Anda dapat dengan jelas melihat jejak kaki dan cetakan tangan di papan.
Kastil Fumishi, Kyoto
Bagi Anda yang tertarik berkunjung, kuil-kuil di mana Anda dapat melihat langit-langit darah adalah, Genkoan, Shodenji, Yogenin, dan Myoshinji di pusat Kyoto, Hosenin di daerah Ohara, Jinouji di Yawata, dan Koshoji di Uji.