Salah satu cara memelihara jalinan ukhuwah islamiyah adalah dengan berbaik sangka terhadap sesama muslim. Suatu hari Rasulullah SAW mengutus umar RA untuk menarik zakat dari para sahabat. Akan tetapi Ibnu Jamil, Khalid bin Walid dan Abbas yang juga paman nabi SAW tidak menyerahkan zakatnya. Umar melaporkan sahabat itu kepada Rasulullah.
Mendengar laporan itu, Rasulullah bersabda,”Tiada suatu yang membuat Ibnu Jamil enggan untuk menyerahkan zakat kecuali dirinya fakir, kemudian Allah menjadikannya kaya. Adapun khalid, sesungguhnya kalian telah berbuat zalim terhadapnya (karena) ia menginfakkan baju besi dan peralatan perangnya di jalan Allah. Adapun Abbas Aku telah mengambil zakatnya dua tahun lalu.”
Setelah itu Rasulullah pun bersabdah, “Wahai Umar, apakah kamu tidak tahu bahwa paman seseorang itu sama dengan ayahnya?” (HR Bukhari dan Muslim). Dari kisah itu Rasulullah SAW senantiasa mengingatkan umatnya untuk menjauhi prasangka buruk.
Allah SWT juga melarang hambaNya yang beriman untuk berprasangka. “hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya kebanyakan dari prasangka itu adalah dosa. (Qs al-hujurat:12) Syekhsalim bin Ied al-Hilali dalam Syarah Riyadhus Shalihin, mengungkapkan, seorang hamba Allah yang beriman hendaknya menjauhi diri dari menuduh, menghianati keluarga, kerabat dan orang-orang bukan pada tempatnya.
Rasulullah SAW menegaskan pada hadisnya, “Jauhilah darimu prasangka. Sesungguhnya prasangka itu adalah perkataan yang paling dusta.”(Muttafaq ‘alaih). Lalu apa sebenarnya prasangka itu? Dalam Al quran, prasangka di sebut dengan az-Zhann. Syekh Mahmud al-Mishri dalam kitab Mausu’ah min Akhlaqir-Rasul, menjelaskan secara detail tentang jenis-jenis prasangka.
Menurut syekh al-Mishri, ada empat macam prasangka yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Pertama, prasangka yang di haramkan. Prasangka yang termasuk kategori haram itu adalah berprasangka buruk terhadap Allah serta berprasangka buruk dengan kaum muslimin yang adil.
Kedua, prasangka yang diperbolehkan adalah yang terlintas dalam hati seorang muslim kepada saudaranya karena adanya hal yang mencurigakan,” papar Syekh al-Mishri. Ketiga, prasangka yang di anjurkan. Menurut dia, prasangka jenis ini adalah prasangka yang baik terhadap sesama muslim.
Keempat prasangka yang di perintahkan. Menurut Syekh al-Mishri, prasangka yang di perintahkan adalah prasangka dalam hal ibadah, kita cukup berdasarkan perintah yang kuat, seperti menerima kesaksian dari saksi yang adil, mencari arah kiblat, menaksir kerusakan-kerusakan, dan denda pidana yang tidak ada nash untuk menentukan jumlah dan kadarnya,” ungkapnya.
Sufyan ats-Tsuari menjelaskan ada dua jenis prasangka, yakni berdosa. Prasangka yang berdosa tutur ats Tsuari, jika seseorang berprasangka dan mengucapkannya kepada orang lain. Sedangkan, yang tak berdosa adalah prasangka yang tidak diucapkan atau di sebarkan kepada orang lain.
Rasulullah SAW senantiasa mendidik dan mengarahkan para sahabat agar berbaik sangka (ber-husnuzh-zhann) terhadap Allah SWT.”(HR Muslim hadis sahih). Berbaik sangka kepada Allah SWT merupakan kenikmatan yang paling agung. Abu Hurairah RA meriwayatkan sabda Rasulullah SAW tentang kemuliaan berprasangka baik kepada sang Khalik. “sesungguhnya Allah SWT berfirman, Aku menurut prasangka hamba-Ku. Aku bersamanya saat ia bersama-Ku. Aku akan mengingatnya dalam kesendirian-Ku.” (Hadits Qudsi).
“ Jika ia mengingat-Ku dalam keramaian, Aku akan mengingatnya dalam keramaian yang lebih baik dari pada keramaiannya. Jika ia mendekat kepada-Ku sejengkal, Aku akan mendekat kepadanya sehasta. Jika ia mendekat kepada-Ku sehasta, Aku akan mendekat kapadanya sedepa. Jika ia datang kepada-Ku dengan berjalan, Aku akan datang kepadanya dengan berlari.” (HR Bukhari dan Muslim)
Ahmad bin Abbas an-Numri berkata, “ Sungguh aku berharap kepada Allah hingga seolah aku melihat betapa indahnya balasan Allah atas kebaikan prasangkaku.” Syekh al-Mishri, mengungkapkan kebersihan hati seorang mukmin adalah salah satu hal yang penting di terapkan dalam kehidupan se hari-hari. Hati yang bersih akan memudahkan umat untuk menjalin Ukhuwah Islamiyah. Salah satu cara memelihara jalinan Ukhuwah Islamiyah adalah dengan berbaik sangka kepada saudara-saudara sesama muslim.
Sumber: Tabloid Republika Dialoq Jumat, 09 April 2010
Mendengar laporan itu, Rasulullah bersabda,”Tiada suatu yang membuat Ibnu Jamil enggan untuk menyerahkan zakat kecuali dirinya fakir, kemudian Allah menjadikannya kaya. Adapun khalid, sesungguhnya kalian telah berbuat zalim terhadapnya (karena) ia menginfakkan baju besi dan peralatan perangnya di jalan Allah. Adapun Abbas Aku telah mengambil zakatnya dua tahun lalu.”
Setelah itu Rasulullah pun bersabdah, “Wahai Umar, apakah kamu tidak tahu bahwa paman seseorang itu sama dengan ayahnya?” (HR Bukhari dan Muslim). Dari kisah itu Rasulullah SAW senantiasa mengingatkan umatnya untuk menjauhi prasangka buruk.
Allah SWT juga melarang hambaNya yang beriman untuk berprasangka. “hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya kebanyakan dari prasangka itu adalah dosa. (Qs al-hujurat:12) Syekhsalim bin Ied al-Hilali dalam Syarah Riyadhus Shalihin, mengungkapkan, seorang hamba Allah yang beriman hendaknya menjauhi diri dari menuduh, menghianati keluarga, kerabat dan orang-orang bukan pada tempatnya.
Rasulullah SAW menegaskan pada hadisnya, “Jauhilah darimu prasangka. Sesungguhnya prasangka itu adalah perkataan yang paling dusta.”(Muttafaq ‘alaih). Lalu apa sebenarnya prasangka itu? Dalam Al quran, prasangka di sebut dengan az-Zhann. Syekh Mahmud al-Mishri dalam kitab Mausu’ah min Akhlaqir-Rasul, menjelaskan secara detail tentang jenis-jenis prasangka.
Menurut syekh al-Mishri, ada empat macam prasangka yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Pertama, prasangka yang di haramkan. Prasangka yang termasuk kategori haram itu adalah berprasangka buruk terhadap Allah serta berprasangka buruk dengan kaum muslimin yang adil.
Kedua, prasangka yang diperbolehkan adalah yang terlintas dalam hati seorang muslim kepada saudaranya karena adanya hal yang mencurigakan,” papar Syekh al-Mishri. Ketiga, prasangka yang di anjurkan. Menurut dia, prasangka jenis ini adalah prasangka yang baik terhadap sesama muslim.
Keempat prasangka yang di perintahkan. Menurut Syekh al-Mishri, prasangka yang di perintahkan adalah prasangka dalam hal ibadah, kita cukup berdasarkan perintah yang kuat, seperti menerima kesaksian dari saksi yang adil, mencari arah kiblat, menaksir kerusakan-kerusakan, dan denda pidana yang tidak ada nash untuk menentukan jumlah dan kadarnya,” ungkapnya.
Sufyan ats-Tsuari menjelaskan ada dua jenis prasangka, yakni berdosa. Prasangka yang berdosa tutur ats Tsuari, jika seseorang berprasangka dan mengucapkannya kepada orang lain. Sedangkan, yang tak berdosa adalah prasangka yang tidak diucapkan atau di sebarkan kepada orang lain.
Rasulullah SAW senantiasa mendidik dan mengarahkan para sahabat agar berbaik sangka (ber-husnuzh-zhann) terhadap Allah SWT.”(HR Muslim hadis sahih). Berbaik sangka kepada Allah SWT merupakan kenikmatan yang paling agung. Abu Hurairah RA meriwayatkan sabda Rasulullah SAW tentang kemuliaan berprasangka baik kepada sang Khalik. “sesungguhnya Allah SWT berfirman, Aku menurut prasangka hamba-Ku. Aku bersamanya saat ia bersama-Ku. Aku akan mengingatnya dalam kesendirian-Ku.” (Hadits Qudsi).
“ Jika ia mengingat-Ku dalam keramaian, Aku akan mengingatnya dalam keramaian yang lebih baik dari pada keramaiannya. Jika ia mendekat kepada-Ku sejengkal, Aku akan mendekat kepadanya sehasta. Jika ia mendekat kepada-Ku sehasta, Aku akan mendekat kapadanya sedepa. Jika ia datang kepada-Ku dengan berjalan, Aku akan datang kepadanya dengan berlari.” (HR Bukhari dan Muslim)
Ahmad bin Abbas an-Numri berkata, “ Sungguh aku berharap kepada Allah hingga seolah aku melihat betapa indahnya balasan Allah atas kebaikan prasangkaku.” Syekh al-Mishri, mengungkapkan kebersihan hati seorang mukmin adalah salah satu hal yang penting di terapkan dalam kehidupan se hari-hari. Hati yang bersih akan memudahkan umat untuk menjalin Ukhuwah Islamiyah. Salah satu cara memelihara jalinan Ukhuwah Islamiyah adalah dengan berbaik sangka kepada saudara-saudara sesama muslim.
Sumber: Tabloid Republika Dialoq Jumat, 09 April 2010