5 Agustus 2015

Hiperinflasi: Saat Uang Harus Disapu Dari Jalanan

Tipsiana.com - "Obat mujarab pertama dari bangsa salah urus adalah inflasi; yang kedua adalah perang. Keduanya akan membawa kemakmuran sementara lalu disusul dengan kehancuran permanen," demikian Earnest Hemingway, jurnalis kondang Amerika berkata. Telah menjadi catatan pahit dalam sejarah bahwa kehancuran sebuah negara diawali oleh kedua hal ini; inflasi atau peperangan.

Hiperinflasi adalah kondisi dimana inflasi menjadi tak terkendali. Harga-harga naik meroket sementara nilai uang merosot tajam. Indonesia sendiri pernah mengalami hiperinflasi dua kali, yakni pada tahun 1966, saat era ekonomi terpimpin, dan yang terakhir pada tahun 1998, akibat pengaruh krisis keuangan Asia.


Per Juli 2015, inflasi Indonesia sebesar 7,26 persen, dan nilai tukar rupiah kini berada pada kisaran Rp.13.495. Sementara utang luar negeri Indonesia per April 2015 sebesar US$ 299,8 miliar, silahkan hitung sendiri angkanya kedalam kurs Rupiah saat ini. Ini harus diwaspadai bila kita tidak ingin masuk kedalam hiperinflasi ketiga dalam sejarah ekonomi Indonesia.

Hiperinflasi telah banyak memakan korban di seluruh penjuru dunia. Berikut contoh dari negara-negara yang pernah mengalami inflasi terburuk sepanjang sejarah.

Perancis, 1795

Revolusi Perancis secara signifikan melemahkan ekonomi Perancis. Ketika kekuasaan monarki runtuh, ia meninggalkan tumpukan hutang setelah perang berakhir. Pemerintahan revolusioner berusaha mengatasi masalah tersebut dengan melakukan nasionalisasi tanah-tanah yang sebelumnya dikuasai oleh gereja katolik, pemerintah pun meminta menerbitkan banyak uang dengan dukungan lahan baru tersebut.

Namun, dalam upaya menutupi defisit, pemerintah ternyata menerbitkan terlalu banyak uang, yang akhirnya menyebabkan inflasi pada tahun 1795 dan 1796.

Weimar Jerman, 1920-an

Setelah berakhirnya Perang Dunia Pertama, Jerman mengalami hiperinflasi selama kurun 1920-an sebagai akibat dari kewajiban Jerman untuk membayar biaya perbaikan perang sesuai perjanjian Versailles.

Mata uang Jerman kala itu,  Papiermark, mengalami pelemahan fantastis. 1 Dolar AS setara dengan 1 triliun (1.000.000.000.000) Mark Jerman. Selain harus membayar biaya perbaikan perang sebagai pihak yang kalah, sebelumnya Jerman juga telah memiliki banyak hutang untuk membiayai perang mereka. Selama inflasi terburuk ini, harga barang naik dua kali lipat setiap 3 hari.

Ibu Jerman membakar uang untuk memasak karena nilainya lebih murah dibanding harga minyak
Seorang Ibu membakar uang Mark untuk memasak karena nilainya lebih murah dari pada minyak.

Hungaria, 1945

Ekonomi Hungaria menderita selama Perang Dunia Kedua, akibat dari biaya perang yang harus ditanggung karena ikut berpartisipasi dalam perang di Front Timur. Sekitar 40 persen cadangan modal Hungaria habis oleh perang, disebabkan mereka berhutang sangat besar untuk membiayai perang bersama Jerman. Jerman berjani akan mengganti biaya perang tersebut setelah menang.

Tapi kenyataannya mereka kalah, dan Jerman tidak pernah membayar janji tersebut. Malah, Hungaria diperintahkan untuk membayar ganti rugi kepada Uni Soviet. Dari Agustus 1945 hingga Juli 1946, mata uang Hungaria mengalami hiperinflasi besar. Harga barang naik dua kali lipat setiap 15 jam.


Salah satu foto paling dramatis dari krisis keuangan mereka adalah saat uang kertas Pengo Hungaria harus disapu dari jalanan setelah pemerintah dipaksa untuk meninggalkan mata uang tersebut.

Yugoslavia, 1992

Banyak negara-negara Slavia mengalami ketidakstabilan setelah pecahnya Uni Soviet. Yugoslavia mengalami perpecahan etnik hingga menimbulkan perang saudara. Defisit serta embargo perdagangan akibat aktivitas militer mereka, menyebabkan hiperinflasi pada tahun 1992 hingga 1994. Dengan tingkat inflasi naik 65 % setiap hari. Dan menjadikan negara itu masuk dalam deretan negara dengan inflasi paling parah dalam sejarah.

Yunani, 1941

Ekonomi Yunani juga menderita selama Perang Dunia Kedua, karena negara tersebut diserang oleh kekuatan poros tengah pada akhir tahun 1940. Pemerintahan boneka didirikan oleh pendudukan untuk membiayai 400.000 orang tentara poros tengah yang ditempatkan disana, menciptakan defisit besar dan inflasi tak terkendali selama tahun 1941 - 1945.

Kasus terbaru dari negara Yunani yang mengalami gagal bayar hutang-hutang mereka, berpotensi mengalami kembali kenangan buruk tentang inflasi di negara tersebut.

China, 1947

Dari tahun 1947 hingga 1949, China mengalami hiperinflasi setelah kubu Nasionalis dan Komunis bertempur dalam perang saudara untuk merebut kuasa atas China setelah berakhirnya Perang Dunia Kedua. Kedua kubu mengeluarkan mata uang masing-masing yang menyebabkan terpecahnya sistem moneter China.  Mereka berusaha saling melemahkan mata uang lawannya.

Kubu Nasionalis mulai memiliki hutang dalam jumlah besar, dan terpaksa mencetak uang berlebih untuk membayar hutangnya. Akibatnya, harga barang naik dua kali lipat setiap minggu akibat inflasi yang tak terkendali lagi.

Nikaragua, 1986

Diakhir tahun 1970-an, Nikaragua dikuasai oleh komunis Sandinista dalam sebuah revolusi yang bersamaan dengan krisis keuangan besar di seluruh Amerika Latin. Ekonomi Nikaragua disika dengan utang, dan Sandinista berusaha menasionalisasi sebagian besar perangkat ekonominya dan meningkatkan pengeluaran untuk merangsang pertumbuhan.

Kebijakan ini awalnya mampu meredam laju inflasi, tapi saat reformasi pada akhir 1985 terjadilah periode hiperinflasi, yang menyebabkan harga barang naik dua kali lipat setiap dua minggu.

Peru, 1990

Pada Agustus dan Juli 1990, peru menderita hiperinflasi setelah periode panjang dari memburuknya ekonomi negara tersebut. Kebijakan penghematan yang diberlakukan oleh IMF selama krisis Amerika Latin di tahun 1980-an disebut sebagai sumber masalah. Pemerintah melakukan kebijakan populis pada tahun 90-an dengan mereformasi kelembagaannya, namun ini malah makin melemahkan ekonominya, dan akhirnya menyebabkan inflasi.

Zimbabwe, 2007

Pada tahun 2007 dan 2008, Zimbabwe mengalami keruntuhan ekonomi dengan berkurangnya nilai mata uang, kekurangan makanan dan bahan bakar. Bayangkan, harga naik dua kali lipat setiap 25 jam. Sebagai ilustrasi, bila hari ini harga sebatang sabun 2.500, besok akan jadi 5.000 dan seminggu kemudian menjadi 320.000.

Setiap orang di Zimbabwe adalah Milyuner

Krisis terjadi setelah pemerintah meningkatkan pengeluaran untuk menekan derita ekonomi yang disebabkan oleh reformasi ala Presiden Robert Mugabe pada tahun 2001, serta karena keterlibatan pemerintah dalam perang sipil di Kongo.

Zimbabwe menerbitkan mata uang terbarunya, dengan nilai 500.000 dolar Zimbabwe, sebuah angka yang mengiurkan tapi nyaris tak bernilai. Pada tahun 2015, pemerintah akhirnya mengadopsi mata uang baru sebagai usaha untuk menekan inflasi, dengan nilai 1 dolar Zimbabwe baru sama dengan nilai 1 quadrillion dolar Zimbabwe lama. Oya, 1 quadrillion itu sama dengan 1,000,000,000,000,000.

Inilah besar tagihan dan uang yang harus Anda bawa bila Anda menginap di hotel
Baca juga : Inilah 10 Krisis Moneter Terburuk Dalam Sejarah

Dari berbagai sumber