22 Februari 2017

Tiga Letusan Gunung Api Indonesia yang Jadi Petaka Dunia

Tipsiana.com - Gugusan kepulauan nusantara dikelilingi oleh 'ring of fire', cincin api yang berasal dari deretan 127 gunung api aktif yang mengelilingi Indonesia. Ini menempatkan Indonesia sebagai negara ketiga yang terbanyak memiliki gunung api aktif setelah AS dan Rusia.

Meski 'hanya' berada di urutan ketiga, catatan sejarah tentang betapa dashyatnya letusan gunung-gunung api di nusantara ternyata sangat menyeramkan. Tiga letusan gunung api paling dahsyat sepanjang sejarah, terjadi di Indonesia. Bahkan, ledakan terbesar terjadi 74.000 tahun yang lalu di pulau Sumatera dan akibat dari ledakan ini hampir membuat punah umat manusia.


Kita akan mengulas ketiga gunung api ini, yang letusannya jadi petaka bagi dunia dan membawa perubahan besar pada sejarah umat manusia.

Letusan Gunung Krakatau, 1883


Erupsi Gunung Krakatau yang terjadi pada 27 Agustus 1883, disebut sebagai bencana alam yang paling besar, suara paling keras dan peristiwa yang paling membuat porak-poranda dunia dalam sejarah manusia modern. Suara letusannya terdengar hingga jarak 4.600 km dan di dengar oleh 1/8 penduduk bumi waktu itu.

Ledakan Krakatau telah melemparkan batu dan debu vulkanik sebesar 18 km kubik dengan tinggi hingga 80 km. Batuan yang dimuntahkannya berjatuhan di sepanjang pulau Jawa dan Sumatera, bahkan hingga ke India dan Selandia Baru. Akibat ledakan Krakatau, dua gunung didekatnya, Gunung Danan dan Gunung Perbuwatan rata dengan permukaan laut dan Gunung Rakata setengah kerucutnya hilang. Tubuh Gunung Krakatau sendiri juga hancur tak bersisa.

Sketsa sebuah kapal uap yang terlempar hingga 3,3 km dari bibir pantai di Teluk Betung oleh tsunami yang disebabkan letusan gunung Krakatau

Meski masih kalah bila dibanding ledakan gunung api terdahsyat lainnya, namun Krakatau meledak saat populasi manusia sudah tinggi. Tsunami setinggi 40 meter menghantam apa saja yang ada di pesisir pantai. Tercatat, korban tewas mencapai 36.417 jiwa yang berasal dari 295 desa di kawasan pantai barat pulau Jawa dan bagian selatan Sumatera.

Atmosfer bumi tertutup debu vulkanik hingga seluruh dunia gelap gulita selama 2,5 hari. Matahari bersinar redup sampai setahun berikutnya. Peristiwa menggemparkan tersebut dengan cepat tersebar ke seluruh dunia karena pada saat itu telegram telah ditemukan.

Sebenarnya, sebelum meletus pada 1883, Gunung Krakatau purba dulunya juga pernah meletus dan membawa dampak besar pada sejarah manusia. Letusan gunung ini disinyalir memicu abad kegelapan di muka bumi yang memberi andil pada runtuhnya kejayaan Kerajaan Persia Purba, punahnya kota besar suka Maya dan jatuhnya peradaban Nazca di Amerika Selatan.





Letusan Gunung Tambora, 1815


Pada tanggal 5 April 1815, satu detasemen pasukan VOC dikirim Gubernur Thomas Stamford Raffles dari Djocjocarta menuju pos terdekat. Mereka mengira pos tersebut telah diserang oleh para pejuang pribumi karena terdengar suara gemuruh tembakan pada sore hari setiap seperempat jam. Sesampai di pos mereka bengong, ternyata suara tersebut bukanlah suara tembakan, tapi suara gemuruh meletusnya gunung Tambora di Pulau Sumbawa yang berjarak sekitar 830 km dari Jogya.

Letnan Philips yang diperintahkan Sir Stamford Raffles untuk pergi melihat kondisi di Sumbawa terperangah. Dimana-mana ia melihat banyak mayat bergelimpangan, desa-desa hancur, dan penduduk kelaparan. Diare menyerang warga Bima, Dompo dan Sang'ir, diduga karena terpaksa meminum air yang terkontaminasi debu vulkanik. Diperkirakan 11.000 orang tewas terkena dampak langsung letusan gunung dan 49.000 orang lainnya tewas akibat penyakit epidemi dan kelaparan setelah letusan terjadi.

Peta ketebalan abu vulkanik letusan gunung Tambora

Dunia juga terkena dampak petaka ini. 80 km kubik material dimuntahkan Tambora ke atmosfer. Abu vulkanik yang menyelimuti seluruh dunia, menciptakan kabut global dan menyebabkan suhu bumi turun rata-rata sekitar 0,53 derajat Celcius. Benua Eropa dan Sebagian Amerika dilanda salju dan musim dingin berkepanjangan. Beberapa wilayah bahkan mengalami apa yang disebut sejarah sebagai "tahun tanpa musim panas".

Mahalnya harga gandum karena petani gagal panen dan matinya rerumputan membuat kuda-kuda di Eropa tak bisa diberi pakan dan akhirnya banyak yang mati kelaparan. Kuda saat itu merupakan alat transportasi utama. Dengan jumlah kuda yang semakin sedikit, membuat seorang warga Jerman, Baron Karl von Drais menciptakan alat transportasi baru bernama "Sepeda".


Perubahan iklim akibat Tambora mengacaukan siklus Monsoon di Asia, yang membuat India dilanda bencana kelaparan dan menyebabkan epidemi kolera terparah sepanjang sejarah. Kelaparan juga melanda Cina setelah musim dingin menghancurkan sawah petani. Bencana perubahan iklim akibat letusan gunung Tambora secara tidak langsung telah membunuh jutaan orang di seluruh dunia.


Letusan Gunung Api Raksasa Toba, 74.000 tahun yang lalu


Dibalik sejuk dan kalemnya Danau Toba, ternyata tersimpan sejarah yang tak pernah terbayangkan sebelumnya. Dan sejarah dahsyat itu baru disadari 78 tahun yang lalu, ketika pada tahun 1938, seorang geolog Belanda, Van Bemmelen curiga dengan jenis batuan yang mengelilingi Danau Toba. Batuan apung di dinding tebing dan perbukitan Toba identik dengan jenis batuan yang dihasilkan dari bekas letusan gunung berapi.

Kecurigaan ini diperkuat dengan ditemukannya jejak batuan asal Toba di Malaysia, India, hingga Samudra Hindia dan Teluk Benggala. Penelitian lanjutan oleh para ahli geologi menyimpulkan, telah terjadi ledakan maha dahsyat dari gunung supervolcano Toba yang terjadi sekitar 74.000 tahun yang lalu. Ledakan tersebut menyisakan sebuah kawah kaldera sepanjang 100 km dengan lebar 30 km yang kini disebut sebagai Danau Toba.

Ledakan gunung Toba sangat dahsyat, bahkan dinobatkan sebagai letusan gunung api terbesar di bumi. Sebagai ilustrasi, letusan gunung Krakatau hanyalah sebuah sendawa kecil dibanding letusan gunung api super Toba. Bila Krakatau memuntahkan sekitar 18 km kubik batuan dan debu vulkanik ke angkasa, maka gunung Toba memuntahkan 2800 km kubik material vulkanis.


Dampak yang ditimbulkannya pada dunia sangat besar. Seorang geolog asal Universitas Massachusetts, AS pada tahun 1990-an menemukan lapisan asam belerang sebanyak 2-4 megaton di dalam inti es Greenland. Dari kajiannya,  jumlah asam belerang yang sangat besar itu mengindikasikan telah terjadi polusi berat di Bumi yang tingkat polusinya 25 kali lebih besar dari tingkat polusi yang disebabkan industri dunia saat ini. Dan polusi tersebut terbentuk pada 71.000 - 75.000 tahun yang lalu.

Michael Rampino, geolog lainnya yang mengebor dasar laut di sudut bumi lain, menemukan jejak bahwa pada kurun waktu yang sama, suhu Bumi tiba-tiba turun drastis hingga 5 derajat Celcius. Semua kebingungan para peneliti tersebut terjawab setelah John Westgate, berhasil menemukan sampel abu vulkanik yang juga berusia 74.000 tahun dari sekitar Danau Toba. Ini berarti letusan gunung Toba telah mengirimkan debunya ke seluruh dunia, menyebarkan partikel asam belerang di inti es, dan mendinginkan samudera.


Letusan gunung Toba melepaskan jutaan ton asam sulfat ke stratosfer hingga membuat bumi gelap gulita selama enam tahun penuh dan membuat suhu beku setidaknya selama 1000 tahun, dan diikuti cuaca dingin selama ribuan tahun berikutnya. Fotosintesis nyaris tak ada, yang membuat hewan dan manusia kelaparan tanpa pangan. Pada periode ini manusia nyaris punah. Diperkirakan, saat itu jumlah manusia di bumi hanya tersisa sekitar 10.000 orang saja.

Epilog

Meski telah meletus lama, bukan berarti ancaman bahaya telah hilang. Para raksasa ini hanya sedang tidur panjang. Kini Gunung Krakatau telah melahirkan keturunannya yang bernama gunung Anak Krakatau, yang terus tumbuh dan telah terbatuk-batuk. Gunung Tambora masih tetap aktif meski belum menunjukkan tanda akan erupsi besar. Dan yang terakhir, Gunung Toba terus menabung magma berbentuk lapis legit dibawah Danau Toba. Dan bila saatnya tiba, mereka bersama ratusan gunung api aktif lainnya, akan kembali menunjukkan keperkasaannya sebagai gunung-gunung terdahsyat di dunia.

.
Dari berbagai sumber