4 Oktober 2022

Menanti Suara Lantang 'Saya Mundur' atas Tragedi Kanjuruhan

Tipsiana.com - Tragedi berdarah di Stadion Kanjuruhan menyisakan duka mendalam. Namun, hingga detik ini tak ada yang berani pasang dada sebagai sosok yang bertanggung jawab.
Kerusuhan pecah seketika usai kekalahan Arema FC 2-3 dari Persebaya. Banyak versi bermunculan terkait musabab tragedi yang memakan korban jiwa hingga ratusan orang.

Salah satunya mengklaim Aremania masuk lapangan untuk meluapkan kekesalan. Insiden itu direspons polisi dengan 'pentungan' dan gas air mata.

Namun, tembakan gas air mata itu tak hanya menyasar suporter yang memasuki lapangan tetapi juga ke arah tribun penonton yang menimbulkan kepanikan massa.


Akibatnya, massa penonton berlarian dan berdesakkan menuju pintu keluar hingga sesak napas dan terinjak-injak hingga meninggal dunia.

Sejauh ini pemerintah mencatat 125 orang meninggal dalam insiden ini. Perempuan dan anak-anak masuk dalam daftar korban yang meninggal secara tragis. Sementara dua anggota polisi juga dinyatakan tewas.

Tak dimungkiri, aksi Aremania masuk ke lapangan memang melanggar regulasi sekalipun hanya bermaksud untuk foto bersama pemain. Terlebih sebagian suporter merangsek ke lapangan dan merusak fasilitas stadion.

Namun, reaksi kepolisian untuk menembakkan gas air mata kepada suporter jadi sorotan dalam kasus ini. Pasalnya, regulasi FIFA terkait pengamanan dan keamanan stadion (FIFA Stadium Saferty dan Security Regulations), tidak memperbolehkan penggunaan gas air mata.

Aturan itu tertuang di pasal 19 b FIFA tentang petugas penjaga keamanan lapangan (Pitchside stewards). Bunyi pasal tersebut, "No firearms or 'crowd control gas' shall be carried or used (senjata api atau 'gas pengendali massa' tidak boleh dibawa atau digunakan).

Dalam Tragedi Kanjuruhan, polisi berdalih gas air mata terpaksa ditembakkan untuk meredam serangan suporter.

"Karena gas air mata itu, mereka [massa] pergi ke luar ke satu titik, di pintu keluar. Kemudian terjadi penumpukan. Dalam proses penumpukan itu terjadi sesak nafas, kekurangan oksigen," ujar Kapolda Jatim Nico Afinta, mengutip Antara.

Sementara PSSI menyampaikan duka cita atas terjadinya korban jiwa dan mengaku belum dapat memastikan apakah kepolisian telah melakukan pelanggaran prosedur keamanan di stadion.

"Kita tentu menyerahkan sepenuhnya kepada pihak investigasi. Kemudian dari pihak kepolisian bahkan pun pihak PSSI sudah saat ini berjalan untuk melakukan dan menginvestigasi kejadian ini seperti yang saya sampaikan tadi," kata Sekjen PSSI, Yunus Nusi.

"Kita tunggu saja di sore hingga malam hari keterangan yang akan disampaikan oleh Ketua Umum dan tim yang sudah ada di Malang dan ini kita juga akan mendapat informasinya tentang apa bagaimana dan seperti apa yang terjadi di Malang tadi malam," sambungnya.

Yunus juga menjelaskan alasan PT Liga Indonesia Baru (LIB) mengabaikan rekomendasi polisi untuk menggelar pertandingan Arema FC vs Persebaya pada sore hari.

Yunus berujar waktu pertandingan yang telah ditetapkan merupakan kesepakatan karena tidak ada suporter Persebaya yang bertandang ke Stadion Kanjuruhan.

Presiden Arema FC Gilang Widya Pramana atau biasa disebut Juragan 99 mengaku siap bertanggung jawab dan menerima sanksi apapun menyusul insiden Tragedi Kanjuruhan.
"Kita dari manajemen berkabung. Saya sebagai manajemen Arema FC siap bertanggung jawab penuh atas insiden kemarin. Kami siap memberikan bantuan santunan apapun ke korban meski tidak bisa mengembalikan kondisi," ucap Gilang.

Tragedi Kanjuruhan tak hanya jadi sorotan nasional, media-media internasional juga mengangkat insiden ini sebagai pemberitaan utama. Sebab, insiden ini masuk urutan kedua daftar kejadian paling mematikan dalam sejarah sepak bola dunia.

Menurut data resmi hingga kini, jumlah korban tewas di Kanjuruhan merupakan yang terbanyak ketiga di dunia setelah yang terjadi di Peru pada 1964 dan di Ghana pada 2001. Namun ada potensi angka korban meninggal di Kanjuruhan bertambah. 

Bahkan korban meninggal di Stadion Kanjuruhan melewati tragedi Hillsborough yang terjadi pada 15 April 1989.

Peristiwa Kanjuruhan tak boleh dipandang sebelah mata. Para pemangku kepentingan harus bertanggung jawab kepada keluarga korban yang nyawanya melayang sia-sia.

Presiden Joko Widodo memerintahkan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD untuk menginvestigasi Tragedi Kanjuruhan.

Mahfud kini sudah merilis susunan Tim Gabungan Independen Pencari Fakta atau TGIPF Tragedi Kanjuruhan Malang. Kini tim tersebut akan mulai bekerja selama dua pekan ke depan.

Ratusan korban jiwa melayang yang membuat Indonesia jadi sorotan dunia. Presiden sudah bertitah, para pembantunya pun dipaksa bergerak cepat untuk mengusut tuntas.

Namun, hingga detik ini para pemangku jabatan masih saling membentengi diri. Tak ada yang mau legawa dan dengan lantang mengaku bertanggung jawab atas peristiwa tragis ini.

Nahdlatul Ulama Jawa Timur juga mendesak pencopotan kapolda Jatim dan kapolres Kabupaten Malang dari jabatannya sebagai bentuk pertanggungjawaban atas tragedi Kanjuruhan.

"Kapolri wajib mencopot kapolda Jatim dan kapolres Malang. Itu sebagai bentuk pertanggungjawaban pimpinan," ujar Wakil Ketua Pengurus Wilayah NU (PWNU) Jawa Timur KH Abdussalam Shohib, Minggu (2/10).

"PSSI juga wajib bertanggung jawab. Semua pengurusnya harus mundur. Itu sebagai bentuk penghormatan terhadap korban dan keluarganya," tambah Gus Salam.

Semoga imbauan NU Jawa Timur terdengar sampai ke telinga para pemangku kepentingan insiden ini, utamanya kepada Ketua PSSI Mochamad Iriawan dan Kapolda Jatim Nico Afinta.

Sumber: cnnindonesia.com