Tipsiana.com - Salahuddin Ayyubi (1138 - 1193), yang di dunia barat lebih dikenal dengan sebutan Saladin, adalah figur langka dalam sejarah emas Timur Tengah. Ia begitu dihormati oleh dunia Kristen, Yahudi, dan tentu saja dunia Islam.
Namanya begitu termasyhur karena berhasil mengalahkan Tentara Salib pada Pertempuran Hattin dan berhasil merebut kembali Yerussalam pada tahun 1187. Seperti manusia lainnya, ia memiliki kekurangan, namun sejarah menjunjungnya sebagai teladan dari seorang ksatria yang penuh belas kasih dan kemurahan hati.
Sejarawan asal Perancis, Rene Grousset mengatakan bahwa kesalehan dan kemurahan hati Salahuddin tidak hanya dikenal di dunia Muslim, tapi juga di dunia barat. Ia memang seorang Sultan Muslim, tapi ia telah menjelma sebagai figur universal. Ia adalah kombinasi menarik dari seorang penguasa yang memiliki sikap tegas pada lawan namun lembut dan penuh belas kasih pada rakyat dan mereka yang lemah. Lebih dari itu, jiwa sportif Salahuddin pada lawan selama pertempuran membuatnya begitu dihormati.
Selama penaklukan Eropa terhadap Yerussalem di tahun 1099, Tentara Salib membantai penduduk Muslim dan Yahudi, termasuk perempuan dan anak-anak. Menurut penuturan ahli sejarah Michaud, penduduk kota Yerussalem dibunuh secara besar-besaran di jalan-jalan raya dan di rumah-rumah. Yerusalem tidak memiliki tempat berlindung bagi umat Islam yang menderita kekalahan itu. Ada yang melarikan diri dari cengkeraman musuh dengan menjatuhkan diri dari tembok-tembok yang tinggi, ada yang lari masuk istana, menara-menara, dan juga banyak yang masuk masjid.
Tetapi mereka tidak terlepas dari kejaran tentara Salib. Tentara Salib yang menduduki masjid Umar di mana kaum Muslimin dapat bertahan untuk waktu yang singkat, mengulangi lagi tindakan-tindakan yang penuh kekejaman. Pasukan infanteri dan kavaleri menyerbu pengungsi yang lari tunggang langgang. Raymond d’ Angiles yang menyaksikan peristiwa itu mengatakan bahwa “Di serambi masjid mengalir darah sampai setinggi lutut, dan sampai ke tali kekang kuda prajurit”.
Delapan puluh delapan tahun kemudian, Salahuddin merebut kembali Yerussalem. Penduduk kota yang beragama Kristen takut akan keselamatan jiwanya karena mereka yakin bahwa para tentara Muslim akan membalas kematian rakyatnya dengan kejam, seperti ketika Yerussalem direbut tentara Salib.
Namun hal yang tak terduga terjadi, Salahuddin ternyata tak membanjiri Yerussalem dengan darah penduduknya. Tak ada satu pun penduduk yang dibunuh. Ia malah membebaskan para orangtua, para janda dan anak-anak untuk memastikan mereka tak dijual sebagai budak. Selama 40 hari, ia menjamin para pengungsi Kristen bisa sampai ketempat tujuan yang aman dan membiarkan mereka kembali ke negara masing-masing dengan harta benda yang bisa dibawa mereka.
Ia bahkan memberi pengawal khusus yang menjaga para pengungsi wanita untuk memastikan mereka mendapatkan perlindungan selama perjalanannya.
Ia mempersilahkan orang-orang Kristen asal Timur untuk tinggal di Yerussalem dan mengembalikan hak setiap orang Yahudi untuk mengunjungi dan bermukim di Yerusalem. Salahuddin menaklukkan kota Yerussalem pada hari Sabtu. Keesokan harinya, pada hari Minggu, ia memerintahkan seluruh Gereja di Yerussalem dibuka agar umat Kristiani dapat beribadah.
Tindakan sangat terpuji Salahuddin tak hanya pada penduduk sipil. Dalam pertempuran ia juga memiliki jiwa besar dan sangat menghormati lawannya. Pada akhir pertempuran Hittin, Salahuddin berhasil menangkap dua pimpinan Tentara Salib, Guy of Lusignan, suami Ratu Kerajaan Yerussalem, dan Raymond III, Pangeran Tripoli. Salahuddin memenuhi sumpahnya untuk mengeksekusi Raymond sebagai hukuman atas pembantaian kafilah Muslim dan para jemaah haji, selama periode genjatan senjata antara Muslim dan Tentara Salib.
Guy of Lusignan kuatir akan bernasib sama setelah menyaksikan eksekusi tersebut, namun Salahuddin mengampuni jiwa tawanannya dengan mengatakan, ".. bukan hal yang biasa bagi seorang raja membunuh raja lainnya, tapi orang tersebut telah melampui batas."
Tindakan Salahuddin dan interaksinya dengan orang-orang Kristen juga menjungkir balikkan gagasan dunia Barat bahwa Barat dan Islam terjerat dalam 'benturan peradaban'.
Setelah Yerussalem kembali ke pangkuan kerajaan Islam, Eropa tak tinggal diam, mereka mengirimkan kembali bala tentara Pasukan Salib yang dipimpin oleh Raja Richard the Lionheart. Terjadi pertempuran panjang dan besar antara pasukan Richard the Lionheart dengan Salahuddin Ayyubi. Dan beberapa peristiwa terpuji terjadi disela pertempuran.
Ketika Raja Richard the Lionheart tertinggal tanpa kuda di medan perang, Salahuddin tak memanfaatkan situasi tersebut untuk mengejar dan membunuh lawannya. Ia malah mengirimkan dua ekor kuda tunggangan agar sang lawan bisa dalam posisi seimbang.
Dan saat Richard jatuh sakit, Salahuddin mengirimkan sekeranjang buah dan dokter terbaik untuk mempercepat pemulihannya. Ketika Raja Richard perlu kembali ke Eropa untuk mengkonsolidasikan kekuasaannya di tengah Perang Salib ketiga, Salahuddin menegosiasikan sebuah perjanjian yang adil.
Seorang Novelis asal Inggris, Percy Newby, dalam bukunya Saladin in His Time menuturkan, "Tentara Salib terpesona oleh seorang pemimpin Muslim yang memiliki kebajikan yang mereka anggap selayaknya seorang Kristen."
Salahuddin Ayyubi membuka sebuah jendela kekayaan sejarah dan kedamaian Islam. Ia adalah contoh tentang bagaimana harusnya kita bertindak di masa-masa yang berbahaya dan penuh ketakutan.
Bagi Salahuddin,"Kemenangan sejati adalah bagaimana mengubah hati lawan-lawan mu dengan kelembutan dan kebaikan hati."
Dunia sedang menyaksikan pertumpahan darah orang-orang sipil yang tak berdosa di Timur tengah ditangan para teroris dan penjajah. Namun kata-kata Salahuddin dari abad ke-12 dapat memberi pelajaran berharga pada kita semua.
"Kuperingatkan kepada kalian untuk tidak menumpahkan darah, tidak terlibat didalamnya atau membuat kebiasaan itu, karena darah tak pernah tidur."
Ia memang cinta damai, tapi begitu kedamaian terusik oleh tirani, maka ia bangkit dengan semangat baja dan tak kenal menyerah. Salahuddin adalah ahli stategi perang terbaik di zamannya. Setelah perang yang panjang seperti tak berujung, pada tahun 1192 Raja Richard akhirnya melakukan perjanjian damai dengan Salahuddin dan kembali ke Eropa dengan penghormatan tertinggi kepada lawan tandingnya, Salahuddin al-Ayyubi.
Beberapa bulan setelah berakhirnya Perang Salib, ia kembali menghadap Sang Pencipta. Dibalik rasa kehilangan mendalam seluruh dunia Muslim, sang Sultan kembali membuat orang-orang terpana. Ketika petugas kerajaan menginventarisir harta warisan almarhum, mereka hanya menemukan uang 1 Dinar emas dan 36 Dirham perak sebagai harta pribadinya.
Seorang raja yang menguasai kerajaan yang membentang sepanjang barat pesisir Jazirah Arab dan Mesir, hanya memiliki sedikit harta. Bahkan uang tersebut tak mampu membiayai pemakamannya sendiri. Selama hidupnya Ia ternyata memakai uang kerajaan hanya untuk kemaslahatan umat, tanpa sedikitpun memikirkan diri sendiri.
Kita rindu akan sosok pemimpin seperti beliau. Semoga akan tiba saatnya seorang pahlawan sejati kembali datang membebaskan Yerussalem dari belenggu penjajahan.
Semoga.
Untuk versi lengkap kisah Shalahuddin Al-Ayyubi, Anda bisa membacanya disini :
Shalahuddin Al Ayyubi, Pahlawan Islam dari Seratus Medan Pertempuran
Namanya begitu termasyhur karena berhasil mengalahkan Tentara Salib pada Pertempuran Hattin dan berhasil merebut kembali Yerussalam pada tahun 1187. Seperti manusia lainnya, ia memiliki kekurangan, namun sejarah menjunjungnya sebagai teladan dari seorang ksatria yang penuh belas kasih dan kemurahan hati.
Selama penaklukan Eropa terhadap Yerussalem di tahun 1099, Tentara Salib membantai penduduk Muslim dan Yahudi, termasuk perempuan dan anak-anak. Menurut penuturan ahli sejarah Michaud, penduduk kota Yerussalem dibunuh secara besar-besaran di jalan-jalan raya dan di rumah-rumah. Yerusalem tidak memiliki tempat berlindung bagi umat Islam yang menderita kekalahan itu. Ada yang melarikan diri dari cengkeraman musuh dengan menjatuhkan diri dari tembok-tembok yang tinggi, ada yang lari masuk istana, menara-menara, dan juga banyak yang masuk masjid.
Tetapi mereka tidak terlepas dari kejaran tentara Salib. Tentara Salib yang menduduki masjid Umar di mana kaum Muslimin dapat bertahan untuk waktu yang singkat, mengulangi lagi tindakan-tindakan yang penuh kekejaman. Pasukan infanteri dan kavaleri menyerbu pengungsi yang lari tunggang langgang. Raymond d’ Angiles yang menyaksikan peristiwa itu mengatakan bahwa “Di serambi masjid mengalir darah sampai setinggi lutut, dan sampai ke tali kekang kuda prajurit”.
Salahuddin Al-Ayyubi memasuki Kota Yerussalem
Delapan puluh delapan tahun kemudian, Salahuddin merebut kembali Yerussalem. Penduduk kota yang beragama Kristen takut akan keselamatan jiwanya karena mereka yakin bahwa para tentara Muslim akan membalas kematian rakyatnya dengan kejam, seperti ketika Yerussalem direbut tentara Salib.
Namun hal yang tak terduga terjadi, Salahuddin ternyata tak membanjiri Yerussalem dengan darah penduduknya. Tak ada satu pun penduduk yang dibunuh. Ia malah membebaskan para orangtua, para janda dan anak-anak untuk memastikan mereka tak dijual sebagai budak. Selama 40 hari, ia menjamin para pengungsi Kristen bisa sampai ketempat tujuan yang aman dan membiarkan mereka kembali ke negara masing-masing dengan harta benda yang bisa dibawa mereka.
Ia bahkan memberi pengawal khusus yang menjaga para pengungsi wanita untuk memastikan mereka mendapatkan perlindungan selama perjalanannya.
Ia mempersilahkan orang-orang Kristen asal Timur untuk tinggal di Yerussalem dan mengembalikan hak setiap orang Yahudi untuk mengunjungi dan bermukim di Yerusalem. Salahuddin menaklukkan kota Yerussalem pada hari Sabtu. Keesokan harinya, pada hari Minggu, ia memerintahkan seluruh Gereja di Yerussalem dibuka agar umat Kristiani dapat beribadah.
Tindakan sangat terpuji Salahuddin tak hanya pada penduduk sipil. Dalam pertempuran ia juga memiliki jiwa besar dan sangat menghormati lawannya. Pada akhir pertempuran Hittin, Salahuddin berhasil menangkap dua pimpinan Tentara Salib, Guy of Lusignan, suami Ratu Kerajaan Yerussalem, dan Raymond III, Pangeran Tripoli. Salahuddin memenuhi sumpahnya untuk mengeksekusi Raymond sebagai hukuman atas pembantaian kafilah Muslim dan para jemaah haji, selama periode genjatan senjata antara Muslim dan Tentara Salib.
'Saladin dan Guy de Lusignan' yang menggambarkan berakhirnya Pertempuran Hattin
Guy of Lusignan kuatir akan bernasib sama setelah menyaksikan eksekusi tersebut, namun Salahuddin mengampuni jiwa tawanannya dengan mengatakan, ".. bukan hal yang biasa bagi seorang raja membunuh raja lainnya, tapi orang tersebut telah melampui batas."
Tindakan Salahuddin dan interaksinya dengan orang-orang Kristen juga menjungkir balikkan gagasan dunia Barat bahwa Barat dan Islam terjerat dalam 'benturan peradaban'.
Setelah Yerussalem kembali ke pangkuan kerajaan Islam, Eropa tak tinggal diam, mereka mengirimkan kembali bala tentara Pasukan Salib yang dipimpin oleh Raja Richard the Lionheart. Terjadi pertempuran panjang dan besar antara pasukan Richard the Lionheart dengan Salahuddin Ayyubi. Dan beberapa peristiwa terpuji terjadi disela pertempuran.
Lukisan Richard the Lionheart melawan Salahuddin Al-Ayyubi di sebuah manuskrip abad ke-13
Ketika Raja Richard the Lionheart tertinggal tanpa kuda di medan perang, Salahuddin tak memanfaatkan situasi tersebut untuk mengejar dan membunuh lawannya. Ia malah mengirimkan dua ekor kuda tunggangan agar sang lawan bisa dalam posisi seimbang.
Dan saat Richard jatuh sakit, Salahuddin mengirimkan sekeranjang buah dan dokter terbaik untuk mempercepat pemulihannya. Ketika Raja Richard perlu kembali ke Eropa untuk mengkonsolidasikan kekuasaannya di tengah Perang Salib ketiga, Salahuddin menegosiasikan sebuah perjanjian yang adil.
Seorang Novelis asal Inggris, Percy Newby, dalam bukunya Saladin in His Time menuturkan, "Tentara Salib terpesona oleh seorang pemimpin Muslim yang memiliki kebajikan yang mereka anggap selayaknya seorang Kristen."
Salahuddin Ayyubi membuka sebuah jendela kekayaan sejarah dan kedamaian Islam. Ia adalah contoh tentang bagaimana harusnya kita bertindak di masa-masa yang berbahaya dan penuh ketakutan.
Bagi Salahuddin,"Kemenangan sejati adalah bagaimana mengubah hati lawan-lawan mu dengan kelembutan dan kebaikan hati."
Dunia sedang menyaksikan pertumpahan darah orang-orang sipil yang tak berdosa di Timur tengah ditangan para teroris dan penjajah. Namun kata-kata Salahuddin dari abad ke-12 dapat memberi pelajaran berharga pada kita semua.
"Kuperingatkan kepada kalian untuk tidak menumpahkan darah, tidak terlibat didalamnya atau membuat kebiasaan itu, karena darah tak pernah tidur."
Ia memang cinta damai, tapi begitu kedamaian terusik oleh tirani, maka ia bangkit dengan semangat baja dan tak kenal menyerah. Salahuddin adalah ahli stategi perang terbaik di zamannya. Setelah perang yang panjang seperti tak berujung, pada tahun 1192 Raja Richard akhirnya melakukan perjanjian damai dengan Salahuddin dan kembali ke Eropa dengan penghormatan tertinggi kepada lawan tandingnya, Salahuddin al-Ayyubi.
Wilayah kekuasaan Kerajaan Salahuddin Al-Ayyubi
Beberapa bulan setelah berakhirnya Perang Salib, ia kembali menghadap Sang Pencipta. Dibalik rasa kehilangan mendalam seluruh dunia Muslim, sang Sultan kembali membuat orang-orang terpana. Ketika petugas kerajaan menginventarisir harta warisan almarhum, mereka hanya menemukan uang 1 Dinar emas dan 36 Dirham perak sebagai harta pribadinya.
Seorang raja yang menguasai kerajaan yang membentang sepanjang barat pesisir Jazirah Arab dan Mesir, hanya memiliki sedikit harta. Bahkan uang tersebut tak mampu membiayai pemakamannya sendiri. Selama hidupnya Ia ternyata memakai uang kerajaan hanya untuk kemaslahatan umat, tanpa sedikitpun memikirkan diri sendiri.
Kita rindu akan sosok pemimpin seperti beliau. Semoga akan tiba saatnya seorang pahlawan sejati kembali datang membebaskan Yerussalem dari belenggu penjajahan.
Semoga.
Untuk versi lengkap kisah Shalahuddin Al-Ayyubi, Anda bisa membacanya disini :
Shalahuddin Al Ayyubi, Pahlawan Islam dari Seratus Medan Pertempuran