20 Juli 2018

Tips dan Trik Hadapi Teror Debt Collector

Tipsiana.com - Sistem pembayaran secara kredit sudah sangat umum di masyarakat kita. Meski nilai yang harus dibayarkan jauh lebih tinggi dibanding harga asli, toh cara ini cukup membantu masyarakat untuk memiliki produk yang diinginkannya. Mulai dari kredit rumah (KPR), mobil, sepeda motor, bahkan kini ponsel pintar pun tak lepas dari kemudahan kredit.

Dibalik kemudahan mendapatkan yang diinginkan, sistem pembayaran kredit ternyata juga punya sisi gelap. Selain harga yang harus dibayar bisa menjulang hampir dua kali lipat, perusahaan perkreditan juga membuat aturan ketat soal kredit macet, bahkan terkesan kejam. Bila kredit gagal bayar dalam periode waktu tertentu, tanpa ampun mereka akan memburu nasabah, bahkan terkadang teror sampai akhirnya penarikan barang secara paksa dilakukan.

Akun @PartaiSocmed, yang populer di jagad twitter Indonesia, menulis kultwit menarik tentang ini. Betapa perusahaan penyedia kredit sering berlaku sewenang-wenang kepada nasabahnya tanpa ada jalur negoisasi. Padahal, melakukan penarikan barang dan teror terhadap nasabah adalah sebuah pelanggaran hukum.

Terlepas dari tidak patuhnya nasabah, bisa banyak alasan mengapa mereka gagal bayar dan seharusnya pihak kreditur dapat berkompromi untuk menentukan penyelesaian terbaik. Namun ketidaktahuan masyarakat menjadi kelemahan yang dieksploitasi kreditur.

Berikut paparan @PartaiSocmed soal cara menghadapi para penagih hutang:

Dahulu kala kami pernah kultwit tentang cara menghadapi Debt Collector leasing yg nakal. Dan kultwit tersebut ternyata telah banyak membantu masyarakat yg jadi korban. Berikut kultwitnya.

Jujur saja kami banyak memberikan konsultasi gratis lewat DM perihal masalah2 akibat debt collector dari bank atau leasing yg nakal. Dan atas izin ybs kami akan tunjukkan salah satu DM hasil nyata yg didapat ketika kita tahu cara menghadapi debt collector itu.

Berikut adalah percakapan kami dgn follower yg mengadukan masalah temannya.











Dari percakapan tadi dapat disimpulkan bahwa masyarakat sering jadi korban atas ketidaktahuannya. Dan pihak lembaga keuangan seringkali memanfaatkan ketidaktahuan masyarakat untuk keuntungan mereka, bahkan bila perlu dengan cara yg melanggar hukum.

Namun ketika lembaga keuangan tersebut berurusan orang yg paham aturan dan berani melawan (karena benar) maka biasanya mereka akan berhati2. Sebab jika sampai jadi urusan hukum maka bisa dipastikan mereka akan rugi sendiri.

Contohnya yg dialami oleh Standard Chartered yg kena denda 1M akibat meneror nasabahnya yg tidak bisa membayar KTA-nya ini


Yang sekarang sedang viral adalah teror yg dialami para nasabah perusahaan Fintech. Tapi sebenarnya persoalannya sama saja. Baik KTA, CC maupun Fintech adalah pinjaman tanpa agunan sehingga posisi lembaga keuangan sebenarnya justru sangat lemah.

Bagaimana posisi mereka tidak lemah? Mereka meminjamkan uang kepada nasabahnya namun jika terjadi kemacetan tiada jaminan yg bisa disita. Mau menuntut secara hukum pun tidak ada manfaatnya karena kasusnya adalah kasus perdata.

Pernah dengar ada bank yg menuntut secara hukum nasabah CC atau KTA yg macet? Tidak pernah kan? Apalagi pada kasus Fintech yg pinjamannya kecil itu. Selain sia2 menuntut debitur tanpa jaminan yg macet juga mahal ongkosnya.

Nah, karena memahami posisi mereka yg lemah itulah maka akhirnya jalan satu2nya yg ditempuh oleh Bank atau Fintech untuk mengatasi kredit macetnya adalah meneror secara psikologis para nasabahnya sendiri.

Kami bikin sederhana persoalannya. Posisi Anda sebagai nasabah kuat sedangkan posisi Bank/Fintech sangat lemah. Mereka tidak bisa menyita jaminan karena memang tak ada yg di jaminkan, mereka pun tak bisa menuntut Anda.


Namun justru karena posisi mereka yg lemah secara hukum itulah maka mereka menempuh cara2 di luar hukum agar nasabah mau membayar utangnya. Salah satu senjata andalan mereka adalah teror psikologis.

Teror psikologis dilakukan dgn seribu satu cara. Intinya tujuannya adalah membuat Anda sebagai debitor menjadi risih bahkan malu, sehingga tak punya pilihan lain selain menuruti kemauan mereka.

Biasanya teror dilakukan melalui telpon. Tapi selama yg ditelpon adalah Anda sendiri sebagai debitur tidak perlu terlalu dipermasalahkan. Mereka mau teriak2 sampai mengancam lewat telpon sekalipun biarkan saja.

Tanggapi saja secara santai. Mereka tak akan berani menjalankan ancamannya. Justru jika Anda merasa takut maka tujuan mereka berhasil. Tapi ingatlah, sesungguhnya mereka lebih takut dibanding Anda. Buktinya mereka cuma berani ngancam lewat nomor telp yg tidak bisa dihubungi.

Yang jadi masalah adalah ketika para debt collector itu kebablasan dalam menjalankan misinya meneror nasabah. Yg sering terjadi adalah mempermalukan nasabah di sosial media atau melalui no telp emergency yg dimintakan saat mengisi aplikasi.

Dan dalam kasus Fintech proses meneror nasabah sering dilakukan adalah dgn meneror nomor2 kontak di HP anda karena dalam proses instalasi aplikasi mereka Anda telah memberikan akses ke kontak hp Anda pada mereka.

Siapapun akan risih, malu dan kehilangan harga diri jika dipermalukan dihadapan saudara/teman/koleganya. Lalu bagaimana mengatasi ulah debt collector yg kebablasan ini?
Rumusnya sederhana: "Pelanggaran hukum yg mereka lakukan adalah peluang Anda!"

Menagih lewat telpon kepada nasabah langsung bukan pelanggaran hukum, tapi menelpon pihak lain terkait utang piutang Anda adalah pelanggaran hukum. Apalagi sampai mempermalukan di sosial media, bisa kena UU ITE.

Hal yg pertama harus dilakukan nasabah yg diteror melalui teman2/saudaranya adalah mengumpulkan bukti. Capture pengaduan teman/saudara Anda yg mereka telpon gara2 utang Anda.

Lalu laporkan lembaga yg bersangkutan ke OJK disertai bukti2 terornya. Selain ke OJK Anda juga perlu melaporkan ke kepolisian.

Setelah melapor ke OJK atau kantor Polisi apakah urusannya sudah selesai? Tidak, ternyata negeri ini belum seindah itu. Biasanya ada saja oknum2 yg justru membela pelanggaran hukum yg dilakukan oleh lembaga keuangan tersebut.

Contohnya yg dialami oleh teman satu ini. Jelas2 dia ditipu oleh oknum @ojkindonesia yg entah bodoh atau memang kongkalikong. Mana ada ceritanya surat perjanjian kredit kedudukannya lebih tinggi dari undang2? Hehee..


Bagaimana menghadapi oknum2 yg melindungi pelanggaran hukum seperti itu. Satu2nya cara adalah Anda harus lawan oknum yg bersangkutan dengan memberi informasi yg benar. Lalu catat namanya, foto orangnya dan minta dia menindaklanjuti laporan Anda.

Terhadap oknum di kepolisian juga serupa. Jika ada oknum yg berusaha melindungi debt collector nakal jangan mundur. Lakukan seperti yg dilakukan teman kita ini.



Terakhir, jika Anda mau Anda sangat bisa menuntut Bank atau perusahaan Fintech yg menggunakan jasa debt collector untuk meneror Anda tersebut. Jika mereka sampai menghubungi orang2 di kontak HP Anda atau sosial media maka peluang menang Anda besar.

Sudah banyak terjadi bank atau lembaga keuangan yg menagih dengan cara teror akhirnya justru mengganti rugi nasabahnya dengan nilai yg besar. Lumayan kan, jika menang kasus 1M sekaligus bisa memberi pelajaran bagi peneror?

Kesimpulannya: Janganlah takut jika diteror lewat telpon dan bergembiralah jika para debt collector itu kebablasan.

Sebab begitu mereka kebablasan maka disitulah peluang Anda memberi pelajaran bahkan mendapatkan uang.

Tapi saran kami sebaiknya hindarilah pinjam uang di perusahaan Fintech, bahkan jangan install aplikasi Fintech apapun. Sebab terlalu banyak kasus pelanggaran yg mereka lakukan. Biarkan bisnis mereka tidak laku akibat ulahnya sendiri

Sekian kultwit kami. Semoga mencerahkan dan menambah wawasan kita semua. Terimakasih.

Sumber : https://twitter.com/PartaiSocmed/status/1019934932741730304