Tampilkan postingan dengan label Inspirasi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Inspirasi. Tampilkan semua postingan

16 September 2018

Kisah Prabowo: Tolak Uang Saku dari Australia, Kami Bukan Tentara Bayaran!

Tipsiana.com - Prabowo muda, sudah terkenal dengan visinya dalam memahami nasionalisme dan patriotik. Baik itu sebelum bergabung dengan TNI maupun sebelumnya. Sebelum menjadi seorang kadet atau taruna, Prabowo bersama Soe Hok Gie keluar masuk desa untuk memberikan bantuan dan pengobatan. Dan ketika menjadi kadet atau taruna, Prabowo menunjukkan sikapnya dalam bentuk lain.

Menurut kesaksian Made Mangku Pastika, dirinya melihat kesan patriotik dalam diri Prabowo Subianto begitu kuat bahkan dengan tegas Prabowo menolak uang saku dari Pemerintah Australia saat mengikuti pertukaran kadet atau taruna pada 1974.


Made Mangku Pastika sangat terkejut dan kaget menyaksikan hal tersebut karena bagi prajurit menyimpan uang saku agar ada yang bisa membawa oleh-oleh ke keluarga adalah kebanggaan tersendiri selain tradisi orang indonesia.

Pada saat Made Mangku Pastika mempertanyakan alasannya ke Prabowo "Kenapa mas tidak mau terima" dan Prabowo menjawab tegas "Kita bukan tentara bayaran,". Tentu saja jawaban tersebut diluar dugaannya.

Pastika menuturkan pengalaman itu karena dirinya satu angkatan. ''Kalau Prabowo Subianto di Akademi Militer, Kalau saya Akademi Polisi," katanya.

Kemudian pada antara Januari-Februari 1974, dirinya bersama sebanyak 15 taruna termasuk Prabowo Subianto ke Australia untuk mengikuti pertukaran kadet.


"Kami latihan enam minggu, baru dua minggu dikasih uang saku sama dengan taruna Australia," katanya. "Apa yang terjadi, Prabowo menolak uang saku."

Tentunya rekan-rekannya yang lain heran. "Kami perlu duit saat itu," sambungnya. "Kenapa Mas tidak mau diterima, jawabannya kita bukan tentara bayaran," tandasnya.

Ia juga menyebutkan bahwa Prabowo Subianto itu merupakan kutu buku. Banyak sekali bacaannya. "Jaringannya (networking) hebat, komunikasi 4 bahasa," katanya.

Menanggapi pernyataan Pastika itu, Prabowo membenarkan dirinya saat menjadi taruna, tempat tidurnya bersebelahan.

"Jadi beliau itu, terlalu banyak tahu soal saya. Saya tidak berkutik," katanya sambil tersenyum.

Prabowo Muda demikian keras terhadap diri sendirinya untuk menjaga marwah prajurit TNI dan kehormatan negaranya. Makanya tidak heran jika hingga kini-pun Prabowo terus berkarya dan melakukan daya upaya demi kehormatan bangsanya. Berbagai prestasi dia ukir dari mulai pencak silat menjadi mendunia, olahraga polo Indonesia juara, mendorong pencapaian puncak everest, menjadi bapak asuh ribuan anak muda papua dan masih banyak lagi deretan prestasi yang selama ini luput dari pemberitaan media.

1 September 2018

Pencak Silat Memeluk Semua yang Mencintainya

Tipsiana.com -  Mungkin belum banyak yang tahu bahwa Wewey Wita, peraih medali emas ke-30 bagi kontingen Indonesia pada Asian Games 2018, adalah pesilat putri keturunan Tionghoa dari keluarga yang kurang mampu.

Berikut kisah yang ditulisnya sendiri tentang bagaimana Wewey sampai 'tersesat' ke olahraga pencak silat dan kisah kepahitan hidup keluarganya.

Segala hal tentang hidupku serupa paradoks.

Aku seorang perempuan. Aku berdarah Tionghoa dan papaku warga negara Singapura. Aku bertarung untuk Indonesia.

Ada sebuah streotipe di negara ini bahwa orang-orang Tionghoa pasti mapan dan berada. Tentu saja itu omong kosong. Percayalah, jika situasi ekonomi setiap keluarga ibarat garis start bagi anak-anak yang terlahir darinya, aku mulai jauh, jauh, dari belakang.


Pada mulanya keluarga kami berkecukupan. Namun, suatu ketika Papa, yang berbisnis kayu, ditipu rekannya sendiri. Hidup seketika jadi bak abu di atas tanggul. Segalanya goyah, lalu ambruk. Bank menyita rumah, mobil, dan harta lainnya. Hidup di kota semakin menekan. Kemiskinan mendesak kami ke tepi.

Papa memboyong seluruh keluarganya ke kampung halaman Mama di Ciamis. Tinggal di kota kecil tak serta merta membuat hidup kami membaik. Papa enggan menumpang di rumah nenek karena ia enggan jadi beban. Ia ingin mandiri walau sulit.

Kami tinggal di rumah kontrakan yang sempit. Papa dan Mama mencoba bangkit berkali-kali, mulai dari berjualan bakso hingga barang-barang kelontong. Kami berdiri, jatuh, berdiri lagi, jatuh lagi.

Utang membengkak. Kami bahkan tak sanggup menanggung biaya keperluan sehari-hari seperti beras, minyak, gula dan lain-lain. Suatu kali listrik rumah kami diputus karena pembayaran terlalu lama ditunggak. Bermalam-malam gelap gulita. Untuk mengecas ponsel Papa, satu-satunya alat komunikasi kami, aku terpaksa menumpang di rumah tetangga.

“Memang listrik punya nenek moyang lu?”

Bentakan itu akan selalu tergiang dalam kepalaku.

Papa bernama asli Yeo Meng Tong. Ketika ia masih berduit, orang-orang memanggilnya Mr. Tong dengan lagak manis. Begitu kami kere, orang enteng saja menyapanya Atong. Terkadang malah Otong. Itu membuatku jengkel. Kau tahulah, itu nama yang sering diberikan laki-laki buat alat kelaminnya sendiri.

Bagaimana pun, aku selalu merasa beruntung memiliki Papa yang tangguh dan penyabar. Dia tak pernah menyuruh istri atau anak-anaknya bekerja buat meringankan bebannya. Bahkan hal-hal sepele seperti menyapu, mengepel, atau mencuci piring, sering ia lakukan sendiri.

Aku pernah memergokinya berkata, dengan mesra, kepada Mama: “Biar Papa saja.” Papa adalah pemimpin keluarga kami, dan ia mengerti bahwa pemimpin sejatinya ialah pelayan.

Papa tak banyak bicara. Dia selalu memberi contoh dengan tindakan. Sifat konsekuen papa mulai kutiru sejak aku kecil. Sedari dulu aku sudah menyadari aku harus punya andil dalam keluarga ini.

Sejak kecil aku terbiasa bergaul dengan laki-laki. Aku jago bermain kartu dan gundu. Jika menang, gundu dan kartu mereka yang kumenangkan bisa kujual kembali. Uangnya kuserahkan ke Mama.

Itu bukan satu-satunya trik yang kupunya buat mencari uang. Bukan, bukan beternak tuyul. Dulu, ada snack berharga Rp500 yang kadang berisi hadiah uang Rp.5,000. Di warung langgananku, satu demi satu bungkus snack itu kukocok, kutimbang, kudengarkan bunyinya. Kalau cocok, aku ambil. Jika tidak, dengan polosnya aku akan berlalu meninggalkan penjaga warung yang cemberut karena barang dagangannya aku acak-acak. Konyol, jelas. Naif, mungkin. Tapi kisah itu benar belaka.


Saat aku lahir, Papa menamaiku Yeo Chuwey. Dalam bahasa Indonesia, artinya cukup keren: nomor satu yang paling bersinar. Sayang, kegaduhan politik di Indonesia waktu itu membuat Papa berpikir nama Tionghoa hanya akan membuat hidupku makin sulit. Maka, di akta kelahiranku tertera nama utama yang “lebih Indonesia”: Wewey Wita.

Sampai di sini, setelah mengetahui latar belakang keluargaku, kau mungkin mengira aku seorang atlet badminton, wushu, kungfu, basket, bridge, atau olahraga-olahraga yang telanjur lekat dengan etnis Tionghoa. Salah, aku adalah seorang pesilat.

Pencak silat cenderung lebih dekat dengan identitas keindonesiaan yang dibatasi pada satu entitas yakni etnis Melayu. Berkulit coklat, bukan kuning. Tentu pencak silat sendiri tak melahirkan sekat-sekat itu. Pembatasan, kukira, hanya ada dalam kepala kita. Pencak silat, seperti Indonesia, memeluk siapa saja yang mencintainya, termasuk aku.

Aku sendiri tak menyangka silat bisa jadi bagian dari hidupku. Memang semasa kecil aku biasa bermain dengan anak lelaki dan ikut beragam ektrakurikuler olahraga, mulai dari voli dan basket hingga karate dan taekwondo. Mama selalu memaksaku menampakkan sisi feminin, sampai-sampai dia pernah memaksaku ikut lomba peragaan busana yang diadakan Radio Pitaloka, stasiun radio terkenal di Ciamis.

Aku terpilih sebagai juara 2. Tetapi aku tak peduli. Buatku, berlenggak-lenggok itu tak nyaman. Kurasa bakatku memang olahraga. Semua guru olahraga mengenalku. Dalam berbagai kejuaraan olahraga antar sekolah, namaku selalu muncul dan mereka banggakan. Lalu, terjadilah sesuatu yang mengubah hidupku.

Dalam sebuah pesta perpisahan kakak kelas, seorang guru mendatangiku. Dengan enteng dia bilang: “Wewey, Bapak udah daftarin kamu, ya. Uang pendaftaran sudah masuk. Dua hari lagi pertandingan.”
Tentu aku terbelalak. “Tanding apa, Pak?” kataku. “Silat.”

Aku bingung. Mau membantah takut durhaka. Tapi kalau harus mengembalikan uang pendaftaran, aku tak tahu harus mencari ke mana. Dengan terpaksa, aku menurut.

Hanya ada dua hari untuk belajar. Dan yang lebih ajaib, guru itu hanya mengajariku etiket masuk gelanggang, salam kepada wasit, dan hal-hal sepele lainnya. Sama sekali tak ada teknik pertarungan. Dan, oh, untuk kejuaraan pertamaku itu, meski masih kelas 4 SD, berat badanku melewati ambang batas yang ditentukan. Maka, aku diturunkan melawan anak-anak SMP.

Takut? Jelas. Musuhku adalah atlet-atlet pencak yang punya jam terbang, sedangkan aku cuma berlatih memberi salam selama dua hari. Aku menang dengan skor 3-2 dalam pertandingan pertamaku berkat teknik tendangan karate. Tendang, tendang, dan tendang. Aku gagal menjadi juara umum, namun saat juara terbaik diumumkan, namaku disebutkan di podium. Sejak saat itulah aku diminta guru-guru menggeluti pencak silat secara serius.

Popwilnas. Popda. Popnas. Satu demi satu kejuaraan berjenjang untuk pelajar itu kuikuti.

Seperti aku jelaskan di awal, hidupku penuh paradoks. Dan itu terjadi lagi di kejuaraan senior pertamaku, saat membela Kabupaten Ciamis di ajang Pekan Olahraga Daerah (Porda).

Dalam sebuah kompetisi, lazimnya kasus pencurian umur terjadi saat si atlet mengurangi umur jagar tak melebihi batasan. Aku malah sebaliknya. Waktu itu, atlet Porda harus berusia 17-35 tahun, sedangkan aku baru 14 tahun. "Kalau kamu siap, gampang, semuanya bisa diurus," kata pelatih kepadaku.

Saat itu, aku tak begitu paham dan peduli apakah yang kulakukan benar. Yang kuinginkan hanya ikut kejuaraan dan berprestasi. Lagi pula, kita sama-sama tahu, sulap-menyulap bukan hal yang aneh di negara ini.

Aku memenangkan emas. Kabar soal pencurian umur yang kulakukan pun bocor dan jadi perbincangan. Namun, orang-orang sepertinya malah bangga sebab seorang atlet berusia dini mampu mengalahkan atlet-atlet yang lebih senior.

Emas Porda itu semestinya berarti bonus Rp10 juta untukku, tetapi yang kuterima hanya Rp7,5 juta—kukira aku tak perlu menjelaskan kepadamu bagaimana itu bisa terjadi. Aku tak mempermasalahkan hakku yang raib, lagi pula Rp7,5 juta bagi seorang anak SMP sepertiku saat itu sudah teramat besar.

Dari titik itulah karierku sebagai atlet pencak silat melejit. Aku bergabung dengan PPLP di Bandung.

Selain Papa dan Mama, aku beruntung memiliki kakek dan nenek yang amat berjasa ketika aku meniti karier di Bandung. Meski sulit, mereka selalu memaksaku menerima uang pemberian mereka, yang aku tahu didapat dengan susah payah.

Saat di Bandung, aku kadang tak bisa makan dengan lahap. Apakah keluarga di Ciamis sudah makan atau belum? Aku merasa telah meninggalkan keluargaku dalam situasi sulit.

Namun, pilihan pelik merantau ke Bandung harus kuambil. Hanya dari sanalah aku bisa berharap membantu Mama, Papa, dan lima adikku menyambung hidup dengan uang saku dan bonus kemenanganku di pelbagai kejuaraan.

Jika boleh jujur, aku sebenarnya sudah letih. 15 tahun aku bertarung, bertarung, bertarung. Aku sadar bahwa menjadi atlet bukan jaminan pasti untuk masa depan—ibarat bunga, segar dipakai layu dibuang. Namun, di sisi lain, kerja belum selesai, belum apa-apa. Aku akan berhenti hanya jika sudah memberikan prestasi terbaik bagi bangsaku, negaraku: Indonesia.

29 Agustus 2018
oleh : Wewey Wita

17 Mei 2018

Donorkan Darah 'Ajaib' Sepanjang Hidup, Pria ini Selamatkan 2,4 Juta Nyawa Bayi

Tipsiana.com - Pada tahun 1951, seorang anak berusia 14 tahun bernama James Harrison dari Australia terbangun setelah menjalani operasi besar. Dokter mengambil salah satu paru-parunya dan membuatnya harus terbaring di rumah sakit selama 3 bulan penuh.

Selama masa sulit tersebut, Harrison mengetahui kalau ia bisa tetap bertahan hidup berkat transfusi darah dalam jumlah besar yang ia terima selama sakit. Dari sinilah ia berjanji untuk mendonorkan darahnya sendiri agar bisa menolong orang lain.


Undang-undang Australia sebelumnya mengharuskan donor darah berusia setidaknya 18 tahun, alhasil ia harus menunggu 4 tahun lagi untuk melaksanakan janjinya. Setelahnya, ia mendonorkan darahnya secara teratur ke Palang Merah Australia selama 60 tahun. Belakangan diketahui ia ternyata memiliki darah ajaib. Palang Merah memperkirakan Harrison telah menolong nyawa jutaan orang dengan darahnya.

Segera setelah Harrison menjadi pendonor, dokter memberitahunya kalau darahnya ternyata menjadi kunci dari penyembuhan penyakit mematikan. "Di Australia, hingga akhir tahun 1967, ribuan bayi meninggal setiap tahunnya, dokter tak tahu penyebabnya, dan ini sangat menyakitkan," Jemma Falkenmire dari Bagian Pelayanan Donor Darah Palang Merah Australia menceritakan kepada CNN. "Para ibu mengalami banyak keguguran dan bayi dilahirkan dengan kerusakan otak."

Belakangan diketahui penyebab dari hal mengerikan ini adalah terkait dengan penyakit rhesus, kondisi dimana darah wanita hamil mulai menyerang sel darah bayi dalam kandungan.


Panyakit rhesus terjadi saat wanita hamil yang memiliki darah rhesus negatif (RhD negatif) mengandung bayi yang memiliki rhesus positif (RhD positif), yang dibawa dari ayahnya. Jika si ibu sensitif terhadap darah rhesus positif, biasanya selama kehamilan dengan janin yang memiliki rhesus positif, tubuh ibunya akan menghasilkan antibodi yang menghancurkan sel-sel darah 'asing' si bayi.

Ajaibnya, para dokter menemukan ternyata darah Harrison memiliki antibodi langka yang dapat mencegah ibu dengan darah rhesus negatif menghasilkan antibodi RhD selama kehamilannya. Temuan di tahun 1960-an ini kemudian dikembangkan menjadi suntikan yang disebut suntikan Anti-D.

Sampai saat ini dokter masih bingung mengapa Harrison memiliki golongan darah yang sangat langka ini. Perkiraan mereka ini berhubungan dengan transfusi darah yang ia terima ketika ia berusia 14 tahun. Palang Merah Australia juga memperkirakan hanya ada tak lebih dari 50 orang di Australia yang memiliki darah antibodi ini.

"Setiap kantong darah sangat berharga, tapi kantong darah milik James sangat luar biasa. Setiap suntikan Anti-D yang pernah dibuat di Australia berasal dari James." Ungkap Falkenmire. "Dan lebih dari 17% wanita Australia beresiko terserang penyakit Rhesus, James telah menolong banyak nyawa." Tepatnya sekitar 2,4 juta nyawa bayi telah tertolong.


Dikenal sebagai "Pria Bertangan emas," James Harrison telah menyumbangkan 1.173 plasma darahnya, 1.163 dari tangan kanannya dan 10 dari lewat pembuluh tangan kiri.

"Aku akan terus mendonorkan darahku andai mereka memperbolehkannya." Tapi kini Harrison telah melampui batasan usia yang diperbolehkan untuk mendonorkan darah. Dokter tak lagi memperbolehkan James melakukan donor mengingat usia dan kesehatannya. Pada Jum'at tanggal 11 Mei 2018 kemarin, James melakukan donor darah terakhirnya. Ia dianugerahi Medal of Order dari pemerintah Australia pada tahun 1999.

5 Tipe Cara Asuh Orangtua yang Merusak Mental Anak

Tipsiana.com - Bagaimana hubungan terhadap orangtua akan mempengaruhi kita sepanjang hidup dan membentuk kepribadian, kebiasaan, dan kepercayaan diri. Jika cukup beruntung, orangtua akan memberikan pengaruh positif pada kehidupan kita, namun jika tidak, maka yang terjadi adalah sebaliknya. Pertanyaannya, apa yang akan terjadi jika kita tumbuh dalam rumah bersama orangtua 'bermasalah'?

Dr. Terri Apter, seorang psikolog dan pengarang buku 'Difficult Mothers: Understanding and Overcoming Their Power', telah banyak meneliti tentang para orangtua bermasalah. Dalam bukunya, ia mendefenisikan lima tipe orangtua yang bisa merusak mental anak dan bagaimana cara mengubah dampak negatif yang mereka tinggalkan menjadi energi positif.


Para orangtua yang memiliki anak kecil juga akan menemukan bahan menarik. Pengetahuan ini akan mencegah orangtua membuat banyak kesalahan ketika membesarkan anak. Memungkinkan mereka untuk bisa membesarkan anak yang sehat, sukses dan bahagia.

1. Orangtua pemarah

Setiap orangtua biasanya akan makin mudah marah dari waktu ke waktu, terutama saat ia sedang capek atau stress, atau ketika anak sedang dalam bahaya dan ia harus memperingatkan sang anak, atau ketika ada pelajaran hidup yang harus diajarkan dengan tegas.

Meski tak ada anak yang suka dimarahi, biasanya kemarahan orangtua yang sesekali takkan merusak hubungan. Masalah dimulai saat sang orangtua terus-terusan marah dan menggunakan kemarahannya untuk mengendalikan keluarganya.

Saat kemararahan secara terus-menerus menghantui mereka, anak-anak akan menjadi selalu awas dan bersiap menghadapi amukan emosional orangtua selanjutnya. Dalam jangka panjang, situasi tertekan ini dapat menyebabkan kerusakan fisik pada otak anak. Ketika ia selalu dibawah stres terus-menerus, otak mereka akan menghasilkan lebih sedikit koneksi mental yang diperlukan untuk pengaturan emosi.

Konsekuensinya, anak-anak tak mampu untuk menenangkan diri dan mengendalikan reaksi mereka. Selain itu, jika masalah ini tak segera diatasi, akan terbawa hingga dewasa. Bahkan, banyak orang dewasa mengaku mereka masih gugup saat melihat orangtuanya marah dan tumbuh dengan perasaan bahwa semua yang mereka lakukan selalu salah.

Orang-orang ini akhirnya akan menjadi appeasers (penyenang) yang akan melakukan apa pun untuk menyenangkan orang lain. Jika ini terjadi pada diri Anda, keuntungannya adalah Anda akan banyak disenangi orang karena Anda tahu cara menenenangkan seseorang saat dalam situasi memalukan.

Namun, jangan biarkan kecenderungan Anda untuk membantu dan menolong orang lain membuat Anda selalu harus tampak seperti pertemanan sejati. Anda harus membiarkan orang lain melihat pribadi Anda yang sebenarnya, pribadi yang Anda sembunyikan agar tidak membuat marah orang lain.

2. Orangtua Pengendali

Orangtua pengendali akan mencoba mengontrol seluruh aspek kehidupan sang anak, sampai titik dimana mereka akan memberi tahu apa yang harus anak lihat, bagaimana merasakan dan apa yang harus diinginkan.

Dalam hubungan yang sehat antara orangtua dan anak, kontrol digunakan untuk membentuk nilai-nilai umum dan sarana penyampai aturan yang tegas. Tapi pada saat yang sama, orangtua harus tetap mendengarkan kebutuhan anak dan menghargai kemampuan anak untuk membuat keputusan sendiri.

Di sisi lain, orangtua pengendali punya kecenderungan menjadi penyampai pesan merusak seperti, "Ibu tahu persis apa yang kamu butuh dan apa yang kamu tak butuh", atau, "Kamu harus jadi orang seperti yang Bapak mau dan itu lebih penting dari yang kamu mau." Orangtua jenis ini melihat diri mereka sebagai penguasa tunggal dari pikiran anak mereka.

Anak yang selalu mendengar kata "Ibu selalu benar" akan menjadi anak yang tak percaya pada apa yang sebenarnya mereka inginkan dan butuhkan serta menjadi tak mengerti akan potensi dirinya. Bahkan untuk membuat sebuah keputusan sederhana untuk mereka sendiri, akan membuat mereka selalu was-was. Anak akan menjadi lebih sering berbohong hanya untuk menyenangkan orangtuanya.

Jika Anda merasa menderita situasi seperti ini dimasa lalu, ketahuilah bahwa pengalaman tersebut tetap ada hikmahnya. Saat ini Anda mungkin menjadi pribadi yang selalu penuh pertimbangan dan selalu berhati-hati sebelum mengungkapkan sesuatu kepada orang lain, yang mungkin akan tidak setuju dengan Anda dan menyeret Anda kedalam perdebatan yang tak perlu.

Namun, bahkan saat telah dewasa dan jauh dari orangtua, Anda mungkin masih membawa banyak bekas luka masa kecil. Jika Anda bisa berbagi pengalaman dengan seseorang yang Anda sayangi (atau pada seorang psikolog), kemungkinan besar Anda bisa menemukan beberapa hal bermasalah yang memengaruhi kepribadian dewasa Anda.

Disarankan, Anda bisa membuat daftar semua hal yang Anda anggap menarik dan mengubahnya menjadi daftar keinginan yang bisa Anda lakukan kedepan (tentu saja hal-hal yang bersifat positif). Ini berguna untuk mengatasi rasa selalu dikendalikan dan dibungkam. Anda akan merealisasi dan mengekspresikan keinginan diri sendiri.



3. Orangtua Narsistis

Narsis membuat orang kehilangan empati pada orang lain dan menjadi pribadi yang egois. Karenanya, ketika gangguan mental ini terjadi pada orangtua, anak-anak dari orangtua narsistis biasanya menderita kurangnya ekspresi emosional dan kurang kasih sayang. Dua hal yang penting bagi perkembangan kepribadian anak.

Orangtua jenis ini selalu melihat seseorang yang butuh perhatian malah dianggap sebagai pesaing. Sebagai contoh, anak yang mengeluh capek akan direspon dengan perkataan, "Jangan mengeluh capek, Ibu juga bekerja sepanjang hari, kamu itu tidak tahu arti capek."

Cara berpikir yang egosentris  ini membuat para orangtua melihat anaknya seperti refleksi dirinya sendiri dan karenanya, mereka harus menjadi yang terbaik dalam segala hal agar bisa sebanding dengannya. Ini menciptakan situasi yang membingungkan bagi anak yang terus-menerus berada dibawah tekanan. Mereka seakan terus memberi makan ego orangtuanya dengan harapan menjadi anak yang luar biasa dan sempurna.

Orangtua narsis memuja perhatian dan kekaguman, sesuatu yang berasal dari harga diri yang rendah, tapi tak peduli seberapa keras anak berusaha menyenangkan mereka, mereka akan selalu merasa tidak puas.

Orang narsis biasanya tak punya banyak hubungan baik dengan orang lain, karena ego mereka yang sering tersakiti oleh hal-hal sepele, mereka dengan sangat mudah memutuskan hubungan dengan teman-temannya atau men'judge' orang lain dengan tujuan menyakiti sebagai bentuk balas dendam.

Anak-anak yang tumbuh dalam situasi ini sering takut hubungan mereka dengan orangtua dapat rusak setiap saat, sehingga mereka sangat takut membuat orangtuanya tersinggung.

Jika Anda tumbuh dengan orangtua narsis, kelebihan yang Anda miliki dalam hidup adalah Anda memiliki kemampuan diplomasi yang ulet dan penyabar dalam mengejar tujuan yang sulit, tanpa mau menyerah pada diri sendiri. Di sisi lain, ada kemungkinan karena Anda terbiasa dengan perilaku ini, Anda tidak bisa menghargai pencapaian Anda atau Anda akan meninggalkan peluang untuk mencoba hal-hal baru karena takut takkan berhasil dengan suasana baru tersebut.

Untuk membantu mengatasi hal ini, dan untuk mencapai tingkat kepuasan hidup yang lebih dalam, buatlah daftar semua hal yang telah Anda capai dalam hidup Anda, hal-hal yang membuat Anda merasa puas dan belajarlah mensyukuri pencapaian Anda tersebut.

4. Orangtua yang Iri Hati

Kebanyakan orangtua akan senang melihat anaknya bahagia, tapi bagi tipe orang tua pencemburu, kesuksesan anak malah menjadi pemicu permusuhan.

Seorang anak yang pulang dari sekolah dengan kabar baik sambil berharap akan mendapat hadiah senyuman di wajah orangtuanya akan menjadi kecewa bila memiliki orangtua tipe ini. Orangtuanya malah akan memasang wajah tak puas sambil marah, "Suatu hari nanti kamu akan mengerti kalau kamu itu tak sehebat yang kamu kira."

Dalam kasus yang tak terlalu ekstrim, orangtua awalnya akan terlihat antusias namun setelah beberapa menit akan mengubah nadanya dan fokus pada menurunkan keberhasilan anak dengan berkata, "Kamu mulai banyak ngomong, sekarang tolong diam," atau "Ok, Bapak sudah dengar. Jangan terlalu pamerlah."

Alih-alih membangun kepercayaan diri anak dan menunjukkan potensi mereka, orangtua yang cemburu malah mengabaikan perasaan bangga anak yang seharusnya mereka rasakan. Orangtua jenis ini memandang anak dan dalam kepalanya berpikir , "mengapa dia bisa begitu bahagia sementara aku tidak," atau, "mengapa dia punya peluang untuk sukses sementara aku harus terus-menerus kecewa."

Yang terjadi pada akhirnya, anak akan belajar bahwa hal-hal yang baik yang terjadi dalam hidupnya ternyata dapat menyakiti orang lain, terutama orang yang dekat dengannya dan yang sebenarnya ingin dia bahagiakan.

Iri hati yang dimiliki orangtua sering muncul ketika anak mencapai usia remaja dan mulai menemukan dunia untuk dirinya sendiri. Bukannya melihat anak itu sebagai sumber kebanggaan dan bersukacita atas fakta bahwa anaknya telah berkembang, orangtua yang pencemburu merasa seolah-olah mereka dapat membuat hubungan yang nyaman dan aman jika anak punya harga diri yang lebih rendah dari orangtuanya.

Jika tipe orangtua ini terdengar akrab di telinga Anda, pengalaman ini sebenarnya juga punya hikmah. Ada peluang besar Anda telah belajar untuk mengabaikan orang yang dengki dengan Anda dan Anda tahu cara menjauhinya. Anda juga bisa menjadi tipe orang yang berjuang untuk keunggulan karena didorong oleh ketidakpuasan orangtua Anda.

Tetapi jika Anda masih berusaha menyenangkan dan membuktikan diri kepada mereka, ingatlah bahwa orangtua Anda tidak akan pernah puas dan tidak ada yang dapat Anda lakukan untuk mengubahnya.

Selain itu, banyak penelitian menunjukkan bahwa mengejar persetujuan orang lain hanya akan menghalangi kebahagian kita sendiri. Sebaliknya, Ambillah kekuatan dan energi dari sesuatu yang Anda hargai dalam diri Anda dan cobalah untuk tidak selalu memperhatikan pendapat orang lain.

5. Orangtua yang tidak hadir secara emosional

Seringkali hasil dari depresi, atau narkoba dan kecanduan alkohol, orangtua akan menjadi tak hadir secara emosional bagi anak-anaknya, dan ini akan mengarah menjadi hubungan bermasalah antara orangtua dan anak. Orang tua yang tak punya perasaan emosional pada anak dalam jangka panjang memiliki dampak negatif yang merusak pada otak anak.

Bagi seorang ibu, hubungan emosional yang erat dengan bayi akan membantu perkembangan sistem otak anak dalam mengendalikan emosi, pikiran, organisasi dan perencanaan, dan meningkatkan perkembangan reseptor kortisol di otaknya, yang berfungsi sebagai pertahanan menghadapi tekanan stres. Ketika koneksi emosional terputus, perkembangan sistem ini akan berkurang drastis.

Anak-anak yang tumbuh dengan orangtua yang tak hadir secara emosional (yang berasal dari depresi misalnya), akan melihat bahwa merekalah yang memainkan peran sebagai pelindung dan penghibur dalam kehidupan orangtuanya. Mereka akan merasa bersalah saat mereka dalam situasi bahagia sementara orangtuanya tidak, dan karenanya akan terus berusaha menebusnya.




Jika kehidupan Anda seperti ini, perasaan kesedihan atau kebahagiaan mungkin tampak ekstrim dan beresiko. Anda mungkin juga cenderung percaya bahwa kebutuhan orang lain lebih penting daripada kebutuhan Anda sendiri. Anda merasa harus selalu bersikap dewasa dan tidak dapat mempercayai orang lain.

Yang harus mulai Anda lakukan adalah Anda harus menerima kenyataan bahwa Anda sekarang sudah dewasa dan mulai mempertanyakan cara Anda berperilaku saat ini. Singkirkan rasa bersalah yang Anda rasakan ketika orang lain disekitar Anda tidak bahagia.

Pada saat Anda memahami bahwa Anda tidak harus selalu bertanggung jawab atas perasaan orang lain, Anda akan memulai satu bab baru dalam kehidupan Anda dimana akan ada ruang untuk pengalaman baru yang Anda dan orangtua inginkan dan alami.

Memperbaiki pengalaman masa kecil dengan menjadi orangtua


Kasus-kasus yang kita bahas mungkin tampak terlalu ekstrim, dan memang cara asuh tersebut tak biasa. Saat ini para orangtua telah makin sadar tentang cara membesarkan anak yang bahagia dan sehat, dan mungkin orangtua Anda juga membesarkan Anda dengan cara yang baik sehingga Andapun tahu cara membesarkan anak-anak Anda.

Tapi jika Anda merasa bahwa Anda tumbuh bersama orangtua yang merusak mental Anda, pahamilah bahwa Anda dapat mengubah masa kini dan masa depan, namun Anda tidak dapat mengubah masa lalu.

Jika Anda baru menjadi orangtua, ambillah pengalaman dan kesempatan ini untuk berubah dan ciptakan keluarga yang benar-benar berbeda. Jagalah perasaan dan perilaku Anda untuk memastikan anak-anak Anda tidak menderita seperti Anda, dan jadikanlah pengalaman suram masa kecil Anda sebagai pelajaran berharga untuk mendidik anak-anak Anda dengan benar.

13 Desember 2017

Foto Tulisan Tangan Profesor ini Jadi Viral, Mengapa?

Tipsiana.com - Banyak pria yang tak peduli bagaimana bentuk tulisan tangannya. Karena buru-buru, mereka ingin menulis secepat mungkin hingga hasilnyapun berantakan. Alhasil, belum sampai memahami isi tulisan, orang lain sudah pusing karena harus bersusah payah berusaha membaca tulisannya.

Perempuan sebaliknya, mungkin karena biasa lebih rapi, mereka bisa dengan sabar meluangkan waktu untuk memastikan tulisan tangannya rapi dan terlihat bagus.


Meski begitu, seorang pria bergelar profesor mementahkan stereotip tersebut setelah foto tulisan tangannya yang rapi di papan tulis tersebar di dunia maya. Seperti terlihat di foto, tulisan dan gambar sang profesor di sebuah universitas tersebut dikerjakan dengan detail dan kerapian luar biasa. Padahal menulis di papan tulis jauh lebih sulit dibanding menulis di buku.

Pengguna Facebook dengan akun Caleb Banares mengatakan profesor yang tak disebutkan namanya itu sedang mengajar di Far Eastern University (FEU) Institute of Technology, Filipina.


Saat artikel ini ditulis, postingan tersebut telah dibagikan sebanyak 17 ribu kali dengan orang mengklik tombol suka sebanyak 20 ribu kali.

Ini bisa dicontoh untuk para guru dan dosen, agar siswa bisa dengan nyaman membaca materi yang diberikan di papan tulis.

7 Desember 2017

Rumah Tak Berlistrik, Anak Ini Belajar Di Stasiun Kereta Setiap Malam

Tipsiana.com - Pendidikan adalah sesuatu yang takkan pernah bisa hilang atau tercuri. Sayangnya, kadang kita tak mudah untuk mendapatkannya. Di banyak negara di dunia, kemiskinan telah menjadi penghalang bagi anak untuk mendapatkan pendidikan.

Meskipun ada sekolah yang menawarkan pendidikan gratis, banyak orangtua yang belum mampu memberikan dukungan fasilitas bagi anak-anak mereka. Bahkan, anak-anak yang tinggal di wilayah yang sangat miskin tidak bisa belajar dengan nyaman di rumah akibat ketiadaan listrik.


Seorang anak perempuan bernama Divya terlihat pergi ke stasiun kereta api untuk mengerjakaan tugas sekolahnya setiap malam. Ia berjalan ke stasiun kereta di Uttar Pradesh, India dengan bertelanjang kaki sambil membawa tas berisi buku pelajaran. Ia kemudian duduk dilantai stasiun diantara keramaian dan tekun belajar tanpa peduli dengan orang-orang yang melihatya dengan heran.


Seorang pria bernama Rajesh Kumar memperhatikan kebiasaan Divya dan memutuskan memfoto anak tersebut. Sang anak tampak tak terpengaruh dengan perhatian orang-orang dan tetap fokus pada PR-nya.


Ternyata, Divya tinggal di sebuah perkampungan miskin yng tidak mendapat aliran listrik sehingga ia harus pergi ke stasiun kereta agar mendapat penerangan yang cukup untuk belajar. Ia bercerita tentang kondisi rumahnya kepada Rajesh.


Wilayah Uttar Pradesh dikenal sebagai kota dengan jumlah penduduk terbanyak dan salah satu wilayah termiskin di India dimana seperlima dari penduduknya berasal dari kelas bawah dan memegang posisi terendah dalam sistem kasta India.

Saat Rajesh membagikan fotonya ke media sosial, banyak warganet yang kagum pada gadis cilik tersebut dan berharap semoga ia dapat segera mendapat bantuan.

2 Desember 2017

Koin Penyok

Tipsiana.com - Seorang lelaki berjalan tak tentu arah dengan rasa putus asa. Kondisi finansial keluarganya morat-marit. Saat menyusuri jalanan sepi, kakinya terantuk sesuatu.

Ia membungkuk & menggerutu kecewa. “Uh, hanya sebuah koin kuno yang sudah penyok.”

Meskipun begitu ia membawa koin itu ke bank. “Sebaiknya koin in dibawa ke kolektor uang kuno”, kata teller itu memberi saran. Lelaki itu membawa koinnya ke kolektor. Beruntung sekali, koinnya dihargai 30 dollar.

Lelaki itu begitu senang. Saat lewat toko perkakas, dilihatnya beberapa lembar kayu obral. Dia pun membeli kayu seharga 30 dollar untuk membuat rak buat istrinya. Dia memanggul kayu tersebut dan beranjak pulang.


Di tengah perjalanan dia melewati bengkel pembuat mebel. Mata pemilik bengkel sudah terlatih melihat kayu bermutu yang dipanggul lelaki itu. Dia menawarkan lemari 100 dollar untuk menukar kayu itu. Setelah setuju, dia meminjam gerobak untuk membawa pulang lemari itu.

Dalam perjalanan dia melewati perumahan. Seorang wanita melihat lemari yang indah itu & menawarnya 200 dollar. Lelaki itu ragu-ragu. Si wanita menaikkan tawarannya menjadi 250 dollar. Lelaki itupun setuju.

Saat sampai di pintu desa, dia ingin memastikan uangnya. Ia merogoh sakunya dan menghitung lembaran bernilai 250 dollar.

Tiba-tiba seorang perampok datang, mengacungkan belati, merampas uang itu, lalu kabur.

Istrinya kebetulan melihat dan berlari mendekati suaminya dan bertanya,

“Apa yang terjadi?

Engkau baik-baik saja kan?

Apa yang diambil perampok tadi?”

Lelaki itu mengangkat bahunya dan berkata, “Oh, bukan apa-apa. Hanya sebuah koin penyok yang kutemukan tadi pagi”.

Bila kita sadar kita tak pernah memiliki apapun, kenapa harus tenggelam dalam kepedihan yang berlebihan?

Sebaliknya, sepatutnya kita bersyukur atas segala yang telah kita miliki, karena ketika datang & pergi kita tidak membawa apa-apa.

Menderita karena melekat. Bahagia karena melepas.


Karena demikianlah hakikat sejatinya kehidupan, apa yang sebenarnya yang kita punya dalam hidup ini?

Tidak ada, karena bahkan napas kita saja bukan kepunyaan kita dan tidak bisa kita genggam selamanya.

Hidup itu perubahan dan pasti akan berubah.

Saat kehilangan sesuatu kembalilah ingat bahwa sesungguhnya kita tidak punya apa-apa jadi “kehilangan” itu tidaklah nyata dan tidak akan pernah menyakitkan Kehilangan hanya sebuah tipuan pikiran yang penuh dengan ke”aku”an. Ke”aku”an lah yang membuat kita menderita.

Rumahku, hartaku, istriku, anakku. Lahir tidak membawa apa-apa, meninggal pun sendiri, tidak ajak apa-apa dan siapa-siapa.

Pada waktunya “let it go”, siapapun yang bisa melepas, tidak melekat, tidak menggenggam erat maka dia akan bahagia.